Saturday, December 25, 2010

CINTA PUTRI UNTUK AYAH

Di pinggiran sungai kotor di kota bandar lampung, seorang anak kecil duduk termenung sendiri menatap nanar kedepan. Tak ada harapan yang terlintas dikepalanya. Putri namanya itu yang aku ketahui, dengan pakaian yang tak layak lagi dia duduk mengamati lalu lalang kendaran bermotor dihadapannya. Aku tak tahu apa yang dia fikirkan. Aku mengenalnya kurang lebih satu tahun yang lalu ketika aku hendak dijambret dan putrilah yang menolongku dan sejak itulah aku akrab dengannya. Anak yang polos, lugu namun tepancar kebaikan hatinya, diantara teman-temannya dia yang paling diam namun senyum tak pernah lepas dari wajahnya.
“ apa yang kau fikirkan ?” tanyaku pelan sambil duduk disampingnya.
Lagi-lagi tak pernah dijawab, putri hanya diam sambil tersenyum simpul. Aku terdiam.
“kakak punya sesuatu untukmu, mau ?” ujaku sambil memberikan sebatang coklat murahan kepadanya, lagi-lagi senyuman yang aku terima darinya.
“ enak lo “ ujarku kembali menawarkan coklat itu lagi. Putri merespon.
“ terima kasih, kak.” Jawabnya sambil mengambil coklat dari tanganku. Aku sangat senang, awal yang bagus.
“ sangat ramai ya,?” tanyaku membuka percakap. Putri menganggukkan kepala sambil asyik menikmati coklatnya.
“apakah kau merindukan seseorang ?”
Putri terdiam, sikapnya berubah dan pergi meninggalkanku sendiri yang kebingungan dan penuh pertanyaan di kepalaku. Aku menghela nafas panjang, apakah aku melakukan kesalahan yang membuat putri marah kepadaku.
Segera ku tinggalkan tempat itu untuk mencari putri dan meminta maaf. Putri tak ada digubuknya, aku semakin bingung,
“ budi, kamu melihat putri? Tannyaku
“ kepadang rumput kak, tadi dia menangis.” Jawab budi.
Aku terkejut, putri menangis, aku sangat merasa bersalah kepadanya. Ku langkahkan kaki menuju padang rumput yang sebenarnya hanya sebuah lahan kosong yang luas tapi tak terawat sehingga banyak ditumbuhi ilalang.
“ putri.....putri.........” teriakku memanggilnya tapi tak ada yang menyahut, aku semakin gusar.
Dan akhirnya aku menemukannya setelah mencari kemana-mana, ku lihat dia menangis sesegukan.
“putri, maafkan kakak.” Pintaku sambil memeluknya dan tangis putri semakin keras. Kami larut dalam kesedihan yang sangat dalam walaupun aku tak tahu apa yang membuat putri menangis seperti ini. Satu jam sudah kami menguras air mata, mata putri bengkak dan kulihat kelelahan di wajahnya, segera ku gendong dan kami pulang. Sesampai di gubuk kurebahkan putri diatas tumpukan kardus yang dia gunakan untuk tempat tidur. Aku sangat tidak sanggup melihat kondisi ini, sudah ku usahakan dia tinggal bersamaku agar terjamin kesehatannya dan lebih layak kondisinya namun putri selalu menolak dengan alasan ada seseorang yang dia tunggu dan dia sudah berjanji akan menunggunya.

Matahari mulai pergi dari peraduannya dan bulan mulai mengambil alih tugas matahari dengan menyinari gelapnya malam. Ku telusuri jalan setapak yang becek karena hujan yang tak begitu lama namun lumayan lebat, putri sudah mulai tenang dan aku harus pulang walau sebenarnya aku tidak sanggup meninggalkan putri dengan kondisi seperti ini. Sepanjang jalan otakku bertanya-tanya siapa yang sebenarnya yang putri tunggu, sepenting apakah orang itu bagi putri.
Keesokan harinya aku berangkat mengajar di salah satu sekolah negeri di bandar lampung dengan perasaan yang berkecamuk dan fikiran yang tidak konsentrasi. Hari ini aku hanya mengajar satu kelas jadi aku punya banyak waktu untuk mencari informasi tentang putri. Sesamapi di sekolah aku langsung kekantor belum ada yang datang. Aku segera menyiapkan materi mengajarku hari ini karena semalem aku belum sempat menyiapkannya.
Pukul 10.50 aku selesai mengajar dan segera bersiap-siap untuk pulang, di kantor hanya ada pak hadi dan bu ita yang sedang berbincang-bincang.
“ bu sinta, mau kemana ? sepertinya buru-buru sekali?” tanya pak hadi
“ iya pak, ada urusan penting sekali.” Jawabku
“ jangan terburu-buru, coba di bawa santai.”
“ iya bu sinta, jangan terburu-buru. Ya coba sambil cerita sama kami siapa tahu bisa membantu.” Sahut bu ita
“ terima kasih atas kebaikannya.” Jawabku sambil segera keluar. “duluan ya pak,bu. Assalamualaikum.”
“waalaikumsasalam.”
Segera ku hidupkan motor bututku keluar gerbang sekolah. Tujuanku satu aku harus samapi ditempat putri. Aku khawatir dengan keadaan putri. Sesampainya aku langsung mendapati putri tak ada di temapt tidurnya.
“ bu, putri kemana ya?” tanyaku pada bu jaenal
“ putri tadi bilang dia harus cari uang buat beli sesuatu.” Jawab bu jaenal
“ membeli sesuatu ?” tanyaku keheranan
“iya.sudah nak sinta jangan panik nanti jam 3 sore sudah pulang kok.” Ujar bu jaenal menenangkanku.
“ kasihan putri, sejak kecil ditinggal mati oleh ibunya, bapaknya kita nggak tahu siapa.” Cerita bu jaenal
“ maksud ibu, putri seorang anak piatu?” tanyaku menyelidik
“iya. Ibunya meninggal ketika melahirkan putri, tak ada yang mau merawat putri karena kondisi yang seperti ini. Akhirnya seorang laki-laki yang baik hati yang bersedia merawat putri,imam namanya, dia seorang pemulung yang sangat baik. Namun ketika putri berumur 1 tahun, pak imam bilang dia akan bekerja sebagai TKW di luar negeri dan menitipkan putri kepada saya.”
“sekarang pak imam bagaimana kabarnya ?”
“sejak 4 tahun yang lalu kabarnya hilang begitu saja. Kiriman yang biasanya setiap bulan datang tanpa terlambat berhenti dengan tiba-tiba. Kami kehilangan kontak dengannya. Dan sejak itulah putri mulai berusaha menghidupi dirinya sendiri dengan mengumpulkan barang-barang bekas sambil menyisihkan uang untuk membelikan hadiah untuk ayahnya.”
“ayahnya ? tanyaku heran.” Bukannya ibu bilabg tidak tahu siapa bapaknya putri ?”
“pak imam adalah ayah angkat putri.”
“apakah pak imam berjanji akan pulang?
“iya, disurat terakhir pak imam berjanji akan pulang disaat ulang tahun putri yang ke 10, akhir bulan ini. Tapi kami tak tahu apakah akan benar-benar pulang atau tidak. Kami sudah berusaha mencari informasi tentang keberadaannya tapi tak pernah mendapatkannya. Beberapa bulan yang lalu ada yang bilang kalau pak imam meninggal dunia dan di makankan di qatar, tapi berita itu simpang siur dan hilang begitu saja. Putri sangat merindukan pak imam, yang sebenarnya bukan ayah kandungnya.” Bu jaenal menyeka air matanya dan aku tak mampu berkata apa-apa tentang semua ini. Begitu berat beban yang dipikul putri tapi dia tak pernah mengeluh sedikitpun. Dia begitu kuat menerima semuanya, keadaan yang telah mendewasakan pemikiran yang tak sesuai dengan umurnya.
Pukul 15.00, putri pulang dengan setumpuk kardus dekas dan segera mencium bu jaenal dengan lembut, aku sangat terharu melihatnya.
“ kakak, kenapa menangis ?” tanyanya kepadaku. Segera ku seka air mataku dan tersenyum.
“ kita main yuk .” ajakku.
“ kita ketempat kemarin yuk.” Ajaknya sambil menyeretku dan bu jaenal hanya tersenyum. Sesampai disana putri menggali tanah dan mengeluarkan kaleng usang dengan wajah yang sangat bahagia.
“ kak, putri ingin membelikan ayah sebuah jam.” Ujarnya
“ jam ?” tanyaku keheranan
“ ya, sebuah jam agar ayah tidak pernah lama lagi pergi meninggalkan putri.” Jawabnya senanng.aku tersentak.
“ kak, ayah itu seperti apa ? putri tak pernah tahu wajah ayah itu seperti apa.” tanya putri sambil mengerluarkan uang yang ada di dalam kaleng itu. Aku tergagap.
“ ayah itu sesosok orang yang ramah, murah senyum, penyayang, bertanggung jawab, sabar.badannya kekar walaupun kulitnya menghitam karena selalu bekerja untuk anaknya.wajahnya penuh dengan kerutan krena berfikir bagaimana menghidupi anaknya namun selalu tersenyum.” Jawabku. Putri terdiam
“ apakah ayah juga seperti yang kakak bicarakan ?” tanyanya pelan. Aku mengangguk pelan. Putri tersenyum
“putri ingin membelikan ayah jam, kira-kira dapet nggak ya ?” tanya putri kepadaku.” Semuanya hanya 125 ribu”
“bisa kok. Nanti kakak bantu membelinya.” Jawabku. Putri begitu sangat senang. Hari sudah sore dan asar sudah datang kami segera pulang. Bu jaenal menyuruh putri segera mandi agar rapi dan bersih dan aku di luar bermain dengan budi, antin, ari, intan, sari dan dodo.

31 desember 2009
Hari ini hari ulang tahun putri yang ke-10 aku sudah menyiapkan hadiah untuknya walaupun tidak begitu mahal aku harap putri senang menerimanya. Bu jaenal sangat sibuk menyiapkan semuanya dan putri tentu juga tak kalah sibuk dan sanggat bahagia menanti ayahnya pulang dan memberikan sebuah jam murahan untuk ayahnya. Aku ikut berbahagia melihat senyum terindah itu.
Sudah seharian kami menunggu kedatangan pak imam pulang dan memeluk putri. Putri tentu yang sangat gelisah mondar-mandir tak tenang. Aku dan bu jaenal juga sangat cemas.
Selepas asar datang beberapa orang mendatangi rumah bu jaenal dan ku lihat wajah bu jaenal yang terkejut dan pasrah. Tak begitu lama orang-orang tersebut oergi dan bu jaenal terduduk ditanah sambil menahan tangis. Putri sedang bermain dengan tman-temannya, aku segera menemui bu jaenal.
“ ada apa bu ?” tanyaku sampil memepah bu jaenal ke bale-bale. Bu jaenal menangis dan aku semakin bingung.
“ ada apa bu, tolong ceritakan. Pasti ada hubungannya dengan mereka ?” desakku
“ pak imam tidak akan pernah pulang lagi kemari.” Jawab bu jaenal terisak. Roboh sudah pertahananku, aku bingung apa yang akan aku lakukan. Bagai tersambar petir disiang bolong. Aku hanya menagis terisak di tanah.
“ kak, ayak kenapa belum datang ?” tanya putri tiba-tiba, aku kaget dan langsung memeluknya. Aku tak bisa bicara lagi. Putri bingung dengan tingkahku.
“ayah tidak bisa pulang sayang, “ jawabku sambil menahan tangis
“ kenapa kak. Ayah kan sudah janji akan pulang ?” tanya putri marah
“ayah tidak bisa pulang karena tidak mendapat izin pulang, sayang.” Ujarku bohong. Bu jaenal hanya menangis.
Aku melihat kekecewaan di wajahnya, namun tiba-tiba.....
“putri akan menunggu ayah sampai pulang. Putri yakin ayah akan pulang menjemput putri, ya kan kak.” Ujarnya. Aku hanya bisa menganggukkan kepala.
“ sudah, kakak jangan menangis lagi. Putri saja nggak menangis, jangan kalah sama putri. Putri titip hadiah ini ya sampai ayah datang.” Pintanya sambil menyerahkan kotak itu lalu pergi bermain lagi.
Aku dan bu jaenal terdiam dalam kesedihan masing-masing. Betapa berat pukulan bagi putri kalau nanti dia tahu kalau dia tidak akan pernag menlihat wajah ayah yang sangat dia sayangi dan dia rindukan
· · Bagikan

1 comments:

Komentar anda