Tuesday, March 26, 2013

TIPE MAHASISWA KETIKA MEMULAI USAHA SAAT KULIAH


1.       PALU GADA (aPA Lu bUtuh GuA aDA)
Semua yang bisa dijual pasti dijual. Mulai dari pulsa, donat, cireng, baju, sepatu, tas dll.
2.       MAHASISWA MUSIMAN
Jual sesuai tren dan musim, musim wisuda dia jual asesoris wisuda ato jasa photo wisuda.
Musim piala dunia, dia jual kaos sepak bola, dll.
3.       MAHASISWA PROYEKAN
Tipe ini mahasiswa yang ngerjain semua proyek yang ada. Dari mulai motokopi diktat temen sekelas, buat jaket angkatan, bis studi tour, sampai proyekan dosen
4.       MAHASISWA BERJASA
Suka diminta nerjemahin, ngetik skripsi, buat desain, nyewain motor sampai ngebeliin makanan temen-temen
5.       MAHASISWA MLM
Kerjanya ngeprospekin orang semangat dapetin mobil dan kapal pesiar bacaannya “Cashflow Quadrat” ngomongnya nampak meyakinkan tapi kadang berlebihan
6.       MAHASISWA HUNTING LOMBA BEASISWA 
Kerjaannya nyari dan nyoba semua peluang lomba dan beasiswa berharap dapet hadiah dari lomba yang dimenangkan. Target besarnya dapetin beasiswa yang nutupin biaya kuliahnya
7.       MAHASISWA PASSION
Dari semester 1 udah punya target mau bisnis apa? Mulai belajar bisnis dengan jadi agent ato gabung di sebuah lembaga sesuai dengan hasratnya. Semester selanjutnya udah mulai nyoba buka sendiri, dari ilmu yang didapat.
Sahabatku mengambil semua peluang usaha itu bagus tapi lebih bagus lagi jika secepat mungkin FOKUS dan SERIUS dengan usaha yang sesuai MINAT atau PASSION kita.


Pesona Sang Nabi


“Kaiau saja aku adalah Muhammad,” kata Iqbal, “aku takkan turun kembali ke bumi setelah sampai
di Sidratul Muntaha.”
Iqbal barangkali mewakili perasaan kita semua: pesona keteduhan di haribaan Allah, di puncak
tangit ke tujuh, di SidratuI Muntaha, terlalu menggoda untuk ditinggalkan, apalagi untuk sebuah
kehidupan penuh darah dan air mata di muka bumi.
Dua kehidupan yang tidak dapat diperbandingkan. Sebab perjalanan ke SidratuI Muntaha itu
memang terjadi setelah sepuluh tahun masa kenabian yang penuh tekanan, disusul kematian orangorang
terdnta yang menjadi penyangga, Khadijah dan Abu Thalib. Perjalanan itu perlu untuk
menghibur Sang Nabi dengan panorama kebesaran Allah SWT.
Tapi SidratuI Muntaha bukan penghentian. Maka Sang Nabi turun ke bumi juga akhirnya.
Menembus kegelapan hati kemanusiaan dan menyalakannya kembali dengan api cinta. Cintalah
yang menggerakkan langkah kakinya turun ke bumi. Cinta juga yang mengilhami batinnya dengan
kearifan saat ia berdoa setelah anak-anak Thaif melemparinya dengan batu sampai kakinya
berdarah: “Ya Allah, beri petunjuk pada umatku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”
Seperti juga cinta menghaluskan jiwanya sebelas tahun kemudian, saat ia membebaskan penduduk
Makkah yang ia taklukkan setelah pertarungan berdarah-darah selama dua puluh tahun: “Pergilah
kalian semua, kalian sudah kumaafkan,” katanya ksatria.
Dengan kekuatan cintalah Sang Nabi menaklukkan jiwa-jiwa manusia dan meretas jalan cepat
kedalamnya. Maka wahyu mengalir bagai air membersihkan kerat-kerat hati yang kotor dan sakit,
kemudian menyatukannya kembali dalam jalinan persaudaraan abadi, lalu menggerakkannya untuk
menyalakan dunia dengan api cinta mereka.
Seketika kota Madinah menyala dengan cinta. Lalu Jazirah Arab. Lalu Persi. Lalu Romawi, Lalu
dunia. Dan Rumi pun bersenandung riang:
Jalan para nabi kita adalah jalan cinta
Kita adalah anak-anak cinta
Dan cinta adalah ibu kita
Jalan cinta selalu melahirkan perubahan besar dengan cara yang sangat sederhana. Karena ia
menjangkau pangkal hati secara langsung darimana segala perubahan dalam diri seseorang bermula.
Bahkan ketika ia menggunakan kekerasan, cinta selalu mengubah efeknya, dan seketika ia berujung
haru.
Begitulah sebuah pertanyaan sederhana mengantar Khalid menuju Islam. Sang Nabi bertanya
kepada saudara laki-laki Khalid yang sudah lebih dulu masuk Islam: “Ke mana Khalid?
Sesungguhnya aku menyaksikan ada akal besar dalam dirinya.” Khalid yang pernah membantai
pasukan panah Sang Nabi dalam perang Uhud seketika tergetar. Padahal saat itu ia sedang
merencanakan serangan kepada Sang Nabi menjelang perjanjian Hudaibiyah. la pun mencapai
kepasrahannya.
(Sumber: Majalah Tarwabi edisi 92 Th. 6/Ra]ab 1425 H/2 September 2004 M)

Sunday, March 24, 2013

Dari Gerakan Ke Negara


Rencana itu terlalu halus untuk dideteksi secara dini oleh para pemimpin musyrik Quraisy.Tiba-tiba saja Makkah terasa lengang dan sunyi. Ada banyak wajah yang terasa perlahan-lahan enghilang dari lingkungan pergaulan. Tapi tidak ada berita. Tidak ada yang tahu secara pasti apa yang sedang terjadi dalam komunitas Muslim di bawah pimpinan Rasulullah SAW. Ini memang bukan rencana yang bisa dirahasiakan dalam waktu lama. Orang-orang musyrik Makkah akhirya memang mengetahui bahwa kaum Muslimin telah berhijrah ke Madinah. Tapi setelah proses hijrah hampir selesai.
Maka gemparlah penduduk Makkah. Tapi. Sebuah episode baru dalam sejarah telah dimulai: sebuah gerakan telah berkembang menjadi sebuah negara, dan sebuah negara telah bergerak menuju peradabannya; sebuah agama telah menemukan “orang-orangnya”, setelah itu mereka akan menancapkan “bangunan peradaban” mereka.
Tanah, dalam agama ini, adalah persoalan kedua. Sebab yang berpijak di atas tanah adalah manusia maka di sanalah Islam pertama kali menyemaikan dirinya; dalam ruang pikiran, ruang jiwa, dan ruang gerak manusia. Tanah hanya akan menjadi penting ketika komunitas “manusia baru” telah terbentuk dan mereka membutuhkan wilayah teritorial untuk bergerak secara kolektif, legal, dan diakui sebagai sebuah entitas politik.
Karena tanah hanya merupakan persoalan kedua maka tidaklah heran bila pilihan daerah tempat hijrah diperluas oleh rasulullah SAW. Dua kali sebelumnya, kaum Musimin, dalam jumlah yang lebih kecil, berhijrah ke Habasyah (Ethiopia), baru kemudian berhijrah keseluruhan ke Madinah. Tapi, ketika kaum Muslimin sudah berhijrah seluruhnya ke madinah, mereka yang sebelumnya telah berhijrah ke Habasyah tidak serta merta dipanggil oleh Rasulullah SAW. Mereka baru menyusul ke Madinah lima atau enam tahun kemudian.
Ketika mereka tiba di Madinah, di bawah pimpinan Ja’far bin Abi Thalib, kaum Muslimin baru saja memenangkan perang Khaibar, sebuah peperangan yang sebenarnya mirip dengan sebuah pengusiran, menyusul pengkhianatan kaum Yahudi dalam perang Khandaq. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah SAW bersabda, “Aku tidak tahu dengan apa aku digembirakan oleh Allah; apakah dengan kemenangan dalam perang Khaibar atau dengan kedatangan Ja’far?”
Dari Gerakan Ke Negara
Hijrah, dalam sejarah dakwah Rasulullah SAW adalah sebuah metamorfosis dari “gerakan” menjadi negara. Tiga belas tahun sebelumnya, Rasulullah SAW melakukan penetrasi sosial yang sangat sistematis, di mana Islam menjadi jalan hidup individu; di mana Islam “memanusia” dan kemudian “memasyarakat”. Sekarang, melalui hijrah, masyarakat itu bergerak linear menuju negara. Melalui hijrah, gerakan itu “menegara”, dan Madinah adalah wilayahnya.
Kalau individu membutuhkan aqidah maka negara membutuhkan perangkat sistem. Setelah komunitas Muslim menegara, dan mereka memilih Madinah sebagai wilayahnya, Allah SWT menurunkan perangkat sistem yang mereka butuhkan. Turunlah ayat-ayat hukum dan berbagai kode etik sosial, ekonomi, politik, keamanan dan lain-lain. Lengkaplah sudah susunan kandungan sebuah negara: manusia, tanah, dan sistem.
Apa yang kemudian dilakukan Rasulullah SAW sebenarnya relatif mirip dengan semua yang mungkin dilakukan para pemimpin politik yang baru mendirikan negara. Pertama, membangun infrastruktut negara dengan masjid sebagai simbol dan perangkat utamanya. Kedua, menciptakan kohesi sosial melalui proses persaudaraan antarkomunitas darah yang berbeda tapi menyatu sebagai komunitas agama, antara sebagian komunitas “Quraisy” dan “Yatsrib” menjadi komunitas “Muhajirin” dan “Anshar”. Ketiga, membuat nota kesepakatan untuk hidup bersama dengan komunitas lain yang berbeda, sebagai sebuah masyarakat pluralistik yang mendiami wilayah yang sama, melalui piagam Madinah. Keempat, merancang sistem pertahanan negara melalui konsep Jihad fi Sabilillah.
Lima tahun pertama setelah hijrah kehidupan dipenuhi oleh kerja keras Rasulullah SAW beserta para shahabat beliau untuk mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidup negara Madinah. Dalam kurun waktu itu, Rasulullah SAW telah melakukan lebih dari 40 kali peperangan dalam berbagai skala. Yang terbesar dari semua peperangan itu adalah perang Khandaq, di mana kaum Muslimin keluar sebagai pemenang. Setelah itu tidak ada lagi yang terjadi di sekitar Madinah karena semua peperangan sudah bersifat ekspansif. Negara Madinah membuktikan kekuatan dan kemandiriannya, eksistensinya, dan kelangsungannya. Di sini, kaum Muslimin telah membuktikan kekuatannya, setelah sebelumnya kaum Muslimin membuktikan kebenarannya.
Jadi, yang dilakukan oleh Rasulullah SAW pada tahapan ini adalah menegakkan negara. Sebagai sebuah bangunan, negara membutuhkan dua bahan dasar: manusia dan sistem. Manusialah yang akan mengisi suprastruktur. Sedangkan sistem adalah perangkat lunak, sesuatu dengan apa negara bekerja.
Islam adalah sistem itu. Oleh karena itu Islam bersifat given. Tapi, manusia adalah sesuatu yang dikelola dan dibelajarkan sedemikian rupa hingga sistem terbangun dalam dirinya, sebelum kemudian mengoperasikan negara dalam sistem tersebut. Untuk itulah Rasulullah SAW memilih manusia-manusia terbaik yang akan mengoperasikan negara itu.
Selain kedua bahan dasar negara itu, juga perlu ada bahan pendukung lainnya. Pertama, tanah. Tidak ada negara tanpa tanah. Tapi, dalam Islam, hal tersebut merupakan infrastruktur pendukung yang bersifat sekunder sebab tanah merupakan benda netral, yang akan mempunyai makna ketika benda tersebut dihuni oleh manusia dengan cara hidup tertentu. Selain berfungsi sebagai ruang hidup, tanah juga merupakan tempat Allah menitip sebagian kekayaan-Nya yang menjadi sumber daya kehidupan manusia.
Kedua, jaringan sosial. Manusia sebagai individu hanya mempunyai efektifitas ketika ia terhubung dengan individu lainnya secara fungsional dalam suatu arah yang sama.
Itulah perangkat utama yang diberikan untuk menegakkan negara; sistem, manusia, tanah, dan jaringan sosial. Apabila ke dalam unsur-unsur utama itu kita masukkan unsur ilmu pengetahuan dan unsur kepemimpinan maka keempat unsur utama tersebut akan bersinergi dan tumbuh secara lebih cepat. Walaupun, secara implisit, sebenarnya unsur ilmu pengetahuan sudah masuk ke dalam sistem dan unsur kepemimpinan sudah masuk ke dalam unsur manusia.
Itulah semua yang dilakukan oleh Rasulullah SAW selama tiga belas tahun berdakwah dan membina sahabat-sahabatnya di Makkah; menyiapkan semua perangkat yang diperlukan dalam mendirikan sebuah negara yang kuat. Hasil dakwah dan pembinaan itulah yang kemudian tumpah ruah di Madinah dan mengkristal secara sangat cepat.
Begitulah transformasi itu terjadi. Ketika gerakan dakwah menemui kematangannya, ia menjelma jadi negara; ketika semua persyaratan dari sebuah negara kuat telah terpenuhi, negara itu tegak di atas bumi, tidak peduli di belahan bumu manapun ia tegak. Proses transformasi ini memang terjadi sangat cepat dan dalam skala yang sangat besar. Tapi, proses ini sekaligus mengajari kita dua hakikat besar: pertama, tentang hakikat dan tujuan dakwah serta strategi perubahan sosial. Kedua, tentang hakikat negara dan fungsinya.
Perubahan Sosial
Tujuan dakwah adalah mengejawantahkan kehendak-kehendak Allah SWT –yang kemudian kita sebut agama, tau syariah- dalam kehidupan manusia. Syariah itu sesungguhnya merupakan sistem kehidupan yang integral, sempurna, dan universal. Karena manusia yang akan melaksanakan dan mengoperasikan sistem tersebut maka manusia harus disiapkan untuk peran itu. Secara struktural, unit terkecil yang ada dalam masyarakat manusia adalah individu. Itulah sebabnya, perubahan sosial harus dimulai dari sana; membangun ulang susunan keribadian individu, mulai dari cara berpikir hingga cara berperilaku. Setelah itu, individu-individu itu harus dihubungkan satu sama lain dalam suatu jaringan yang baru, dengan dasar ikatan kebersamaan yang baru, identitas kolektif yang baru, sistem distribusi sosial ekonomi politik yang juga baru.
Begitulah Rasulullah SAW memulai pekerjaannya. Beliau melakukan penetrasi ke dalam masyarakat Quraisy dan merekrut orang-orang terbaik di antara mereka. Menjelang hijrah ke Madinah, beliau juga merekrut orang-orang terbaik dari penduduk Yatsrib. Maka terbentuklah sebuah komunitas baru di mana Islam menjadi basis identitas mereka, aqidah menjadi dasar ikatan kebersamaan mereka, ukhuwah menjadi sistem jaringan mereka, dan keadilan menjadi prinsip dstribusi sosial-ekonomi-politik mereka. Tapi, perubahan itu bermula dari sana; dari dalam individu, dari dalam pikiran, jiwa dan raganya.
Model perubahan sosial seperti itu mempunyai landasan pada sifat natural manusia, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Perubahan mendasar akan terjadi dalam diri individu jika ada perubahan mendasar pada pola pikirnya karena pikiran adalah akar perilaku. Masyarakat juga begitu. Ia akan berubah secara mendasar jika individu-individu dalam masyarakat itu berubah dalam jumlah yang relatif memadai. Tapi, model perubahan ini selalu gradual dan bertahap. Prosesnya lebih cenderung evolusioner, tapi dampaknya selalu bersifat revolusioner. Inilah makna firman Allah SWT “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah diri mereka sendiri.” (Ar-Ra’d:11)
Fungsi Negara
Dalam konsep politik Islam, syariat atau kemudian kita sebut sistem atau hukum, adalah sesuatu yang sudah ada, given. Negara adalah institusi yang diperlukan untuk menerapkan sistem tersebut. Inilah perbedaan mendasar dengan negara sekuler, di mana sistem atau hukum mereka adalah hasil dari produk kesepakatan bersama karena hal tersebut sebelumnya tidak ada.
Sebagai institusi, bentuk negara selalu berubah mengikuti perubahan-perubahan struktur sosial dan budaya masyarakat manusia. Dari bentuk negara kerajaan, parlementer, hingga presidensiil. Skala negara juga berubah mengikuti perubahan struktur kekuatan antarnegara, dari imperium besar ke negara bangsa, dan barangkali, yang sekarang jadi mimpi pemerintahan George W. Bush junior di Amerika: negara dunia atau global state. Struktur etnis dan agama dalam sebuah negara juga bisa tunggal dan majemuk.
Oleh karena itu semua merupakan variabel yang terus berubah, dinamis, dan tidak statis, maka Islam tidak membuat batasan tertentu tentang negara. Bentuk boleh berubah, tapi fungsinya tetap sama; institusi yang mewadahi penerapan syariat Allah SWT. Itulah sebabnya bentuk negara dan pemerintahan dalam sejarah Islam telah mengalami berbagai perubahan; dari sistem khilafah ke kerajaan dan sekarang berbentuk negara bangsa dengan sistem yang beragam dari monarki, presidensiil, dan parlementer. Walaupun tentu saja ada bentuk yang lebih efektif menjalankan peran dan fungsi tersebut, yaitu sistem khilafah yang sebenarnya lebih mirip dengan konsep global state. Tapi, efektifitasnya tidaklah ditentukan semata oleh bentuk dan sistem pemerintahannya, tapi terutama oleh suprastrukturnya, yaitu manusia.
Namun demikian, kita akan melakukan kesalahan besar kalau kita menyederhanakan makna negara Islam dengan membatasinya hanya dengan pelaksanaan hukum, pidana dan perdata, serta etika sosial politik lainnya. Persepsi ini yang membuat negara Islam lebih berciri moral ketimbang ciri lainnya. Yang perlu ditegaskan adalah bahwa syariat Allah itu bertujuan memberikan kebahagiaan kepada manusia secara sepurna; tujuan hidup yang jelas, yaitu ibadah untuk mendapatkan ridha Allah SWT serta rasa aman dan kesejahteraan hidup.
Hukum-hukum Islam dalam bidang pidana dan perdata sebenarnya merupakan sub-sistem. Tapi, dampak penerapan syariah tersebut pada penciptaan keamanan dan kesejahteraan hanya dapat muncul di bawah sebuah pemerintahan yang kuat. Hal itu bertumpu pada manusia. Hanya “orang kuat yang baik” yang bisa memberikan keadilan dan menciptakan kesejahteraan, bukan orang yang baik. Bagaimanapun, hanya orang kuat dan baik yang dapat menerapkan sistem Allah secara sempurna. Inilah makna hadits Rasulullah SAW “laki-laki mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada laki-laki mukmin yang lemah.”
Alangkah dalamnya penghayatan Umar bin Khattab tentang masalah ini ketika berdoa, “Ya Allah lindungilah kami dari orang yang bertaqwa yang lemah dan tidak bertaqwa yang lemah dan tidak berdaya, dan lindungilah kami dari orang-orang jahat yang perkasa dan tangguh.” Inilah sesungguhnya misi gerakan Islam: melahirkan orang-orang baik yang kuat atau orang-orang kuat yang baik. [Anis Matta]


Saturday, March 23, 2013

Bertanya pada Hati


Ukuran ketulusan dan kesejatian cintamu
Adalah apa yang kamu berikan kepadanya
Untuk membuat kehidupannya menjadi lebih baik
Maka kamu adalah air, maka kamu adalah matahari
Ia tumbuh dan berkembang dari siraman airmu
Ia besar dan berbuah dari sinar cahayamu
~H. M. Anis Matta~

Apa yang membuat seorang lelaki diambil mennatu oleh ayah yang paling mulia sepanjang masa? Ruqayah nama putri cahaya itu. Lalu ketika Ruqayah meninggal, Ummu Kultsum adiknya menggantikan besinar dirumahtangganya. Alangkah bahagianya sang pemilik dua cahaya itu, Usman ibn Affan  ra. Ya tapi apa yang membuat Nabi menjadikannya menantu dua kali?

Tentu halaman-halaman ini tidak akan cukup memaparkan jawabannya. Juga tak pantas rasanya jika harus bertanya mengapa pada seorang ayah sekaligus mertua yang pemalu dan penuh cinta. Maka biarlah secuplik gambaran tentang Usman datang dari pembantu rumahtangga Rasulullah namanya Anas ibn Malik “Aku datang kepada Usman ibn Affan”, kata Anas. “Waktu itu di jalan aku bertemu dengan wanita. Aku meliriknya dan memperhatikan kecantikannya”.
Begitu Anas ibn Malik sampai dihadapannya, Usman menegurnya “Telah masuk salah seorang yang diantara kalian sedang di matanya ada bekas zina. Tidaklah engkau tahu bahwa zinanya mata adalah pandangan? Hendaknya engkau bertaubat, kalau tidak, akan aku kenakan hukuman ta’ziir kepadamu!”
Alangkah terperangahnya Anas. “Bagaimana Usman bisa tahu? Subhanalla!” serunya “Apakah masih turun wahyu sesudah Rasulullah wafat?”
“Tidak, ini hanya firasat seorang mukmin...”
Maka hari itu di tengah majelis Usman yang syahdu, Anas terngiang-ngiang sabda Nabi. “Takutlah akan firasat seorang mukmin”, kata beliau saw. “Bahwa sesungguhnya hatinya melihat dengan cahaya Allah.


Sumber: Jalan Cinta Para Pejuang

Cemburu Terbit di Ufuk Cinta


Seringkali, yang paling mencintai kita
Tak menjadi yang paling kita cintai
Dan mungkin pernah,
Yang paling kita cintai
Membuat hati kita bagai dirajam duri

Diantara semua gairah dalam cinta, kecemburuan mungkin sosok yang paling unik. Ia bagai api; membuat beku saat tiada, menghangatkan ketika tepat ukurannya dan membakar saat meraksasa.

Mari kita berterimakasih pada rasa cemburu. Karena dengannya kita menjadi manusiawi. Atau tak menuntut kekasih yang kita cintai menjadi malaikat. Cemburu mengajari kita bahwa salehah tak berarti tak bisa marah. Aisyah rha, misalnya. Karena cemburu ia pernah berkata kepada suaminya, “Engkau ini hanya mengaku-ngaku Nabi!” bukan karena tentang kenabian suaminya. Hanya karena ia sedang cemburu. Dan cemburu sedang mengajarinya sebuah perasaan, “jika engkau seorang Nabi, saat ini aku sedang tak merasa keadilanmu. Bukan karena engkau tak adil. Ini hanya perasaanku saja”.
Atau pernahkah engkau membayangkan beristrikan seorang Aisyah bisa berarti pada suatu malam yang dingin sepi dan engkau sedang salat malam dikamarnya ia akan mengelus-elus kepalamu? Ketika itu nabi sedang melakukan salat malam sepulang dari rumah Mariah Al Qibthiyah. Maka Aisyah meraba-raba kepala beliau, menelusurinya dengan seksama. Dia memeriksa apakah rambut beliau basah? Adakah beliau berjinabah dengan Mariah? Dengan mengelus-elus kepalanya. Di saat itu beliau salat!
“Wahai Aisyi kau kedatangan syaitanmu lagi...”, kata beliau saat itu
Dan pernahkah sahabat membayangkan sahabat beristrikan seorang Aisyah tak hanya berarti seorang gadis jelita berparas menawan, lincah, enerjik, manja, imut-imut dan menyejukkan? Ya. Sang nabi pernah merasakan bagaimana membanting pinggan hidangan di depan tamunya. Hidangan itu hais lezat buatan Shafiyah, telah menerbitkan api cemburu Aisyah. Dan ia merenggut lalu membantingnya tepat saat sahabat mengulurkan tangan untuk mengambilnya. Lalu sang Nabi hanya tersenyum di depan belalak tamu, senyum yang diikuti permintaan maaf, “Maafkan... ibunda kalian sedang cemburu...”


Sumber: Jalan Cinta Para Pejuang


Wednesday, March 13, 2013

7 Langkah Menjadi Pribadi yang Bahagia di Kehidupan Ini

Lihat kembali judul diatas... Satu pertanyaan saya, apakah Anda sudah bahagia? sementara keadaan saat seperti ini, yaitu macet dan banjir tahunan di Jakarta, terlebih kabar bahwa pemerintah akan menaikkan BBM, kriminalitas, korupsi, dll. Ini adalah masalah keseharian kehidupan di Indonesia. Ditambah dengan permasalahan kehidupan rumah tangga dan keadaan bisnis yang kompetitif seperti saat ini.

Jalan keluarnya adalah tidak selalu menjadi sukses dan kaya, baru Anda merasa bahagia. INI PARADIGMA YANG SALAH. Kalau dalam proses mencapai kesuksesan atau kekayaan tersebut Anda tidak bahagia. Apakah kemungkinan berhasilnya akan besar?

Bahagia Dulu Baru Anda Bisa Sukses. . .

Berupaya keras untuk mencapai kesuksesan dalam karir dan kehidupan Anda selama ini, tapi tidak bahagia dalam prosesnya. Padahal ketika Anda bahagia dalam menjalani proses tersebut, kemungkinan berhasilnya akan jauh lebih besar, apakah benar?

Dalam proses pasti ada hambatan dan permasalahan dengan begitu bagaimana Anda memberi arti positif di setiap kejadian dalam proses tersebut. Dan setelah memberikan arti positif, bagaimana anda bisa terus maju untuk mendapatkan apa yang anda inginkan. Semua ini akan dibahas dalam pembelajaran yang sebentar lagi akan saya perkenalkan kepada Anda.

Sunday, March 10, 2013

Puisi untuk Istriku

Perasaan lahir dari sebuah pertemuan
Berputik rindu di hati yang amat mendalam
Mekar menyinar seluruh alam kehidupan
Segar sentiasa ia dalam ingatan

Cinta yang ku lafaz bukanlah cinta gurauan
Kasih yang ku damba bukanlah kasih igauan
Seikhlas hati kusemaikan benih kasih sayang
Moga kekal menyinar dalam keredhaan

Kau umpama
Mutiara di tengah lautan
Bak bidadari yang menghiasi hidupku
Bersama kasih sayangmu

Hadirlah kasihmu sentiasa dalam hidupku
Mekar bersama ikatan penuh keikhlasan
Moga harumannya kan kekal bersama keimanan
Menyegari ruangan hati kesyahduan

Kudambakan padamu sebuah kasih dan sayang
Yang lahir dari hati yang penuh ketulusan
Doaku agar Tuhan memberkati cinta kita
Disinari kehidupan dengan rahmat-Nya

Isteriku,kaulah bidadariku
Hadirlah bersamaku di setiap waktu
Ku janjikan setiaku hanya untukmu
Dan kasihku hanya padamu
Oh isteriku........


Copas: Andi Nanggroegg

Dakwah Itu……………………

Dakwah itu, membina, bukan menghina…
Dakwah itu, mendidik, bukan 'mendelik'…
Dakwah itu, mengobati, bukan melukai
Dakwah itu, mengukuhkan, bukan meruntuhkan…
Dakwah itu, menguatkan, bukan melemahkan…
Dakwah itu, mengajak, bukan mengejek…
Dakwah itu, menyejukkan, bukan memojokkan..
Dakwah itu, mengajar, bukan menghajar....
Dakwah itu, belajar, bukan kurang ajar ..
Dakwah itu, menasehati, bukan mencaci maki…
Dakwah itu, merengkuh, bukan menuduh...
Dakwah itu, bersabar, bukan gusar…
Dakwah itu, argumentative, bukan provokatif..
Dakwah itu, bergerak cepat, bukan sibuk berdebat…
Dakwah itu, realistis, bukan fantastis
Dakwah itu, adu konsep di dunia nyata, bukan adu mulut dan olah kata.
Dakwah itu, mencerdaskan, bukan mencemarkan…
Dakwah itu, menawarkan solusi, bukan mengumbar janji...
Dakwah itu, berlomba dalam kebaikan, bukan berlomba saling menjatuhkan..
Dakwah itu, menghadapi masyarakat, bukan membelakangi masyarakat...
Dakwah itu, memperbarui masyarakat, bukan membuat masyarakat baru..
Dakwah itu, mengatasi keadaan, bukan meratapi kenyataan…
Dakwah itu, pandai memikat, bukan mahir mengumpat
Dakwah itu, menebar kebaikan, bukan mengorek kesalahan...
Dakwah itu, menutup aib dan memperbaikinya, bukan mengumpat aib dan menyebarkannya..
Dakwah itu, menghargai perbedaan, bukan memonopoli kebenaran..
Dakwah itu, apresiasi terhadap langkah positif, bukan mencari-cari motif….
Dakwah itu, mendukung semua proyek kebaikan, bukan memunculkan keraguan..
Dakwah itu, memberi senyum manis J, bukan menjatuhkan vonis…
Dakwah itu, berletih-letih menanggung problema umat, bukan meletihkan umat…
Dakwah itu, menyatukan kekuatan, bukan memecah belah barisan..
Dakwah itu, kompak dalam perbedaan, bukan ribut atas nama persatuan…
Dakwah itu, menghadapi musuh, bukan mencari musuh…
Dakwah itu, mencari teman, bukan memusuhi teman…
Dakwah itu, melawan kesesatan, bukan berbicara menyesatkan…
Dakwah itu, menjulurkan tangan, bukan menjulurkan lidah…
Dakwah itu, asyik dengan kebersamaan, bukan bangga dengan kesendirian…
Dakwah itu, menampung semua lapisan, bukan mengkotak-kotakkan…
Dakwah itu, kita mengatakan.. 'aku cinta kamu'… bukan… 'aku benci kamu..'
Dakwah itu, kita mengatakan, 'Mari bersama kami…' bukan.. 'Kamu harus ikut kami...'
Dakwah itu, dapat di masjid, di sekolah, di pasar, di kantor, di parlemen, di jalanan, hingga di tempat kebanjiran…. Dakwah bukan hanya di pengajian….!

Tuesday, March 5, 2013

Kisah Tentang Luka


Disaat lain orang-orang yang terluka menjadi para pengeluh yang fasih dan penuh penjiwaan. Dalam dekapan ukhuwah, orang mukmin mengeluh hanya kepada Allah. Mereka bagai Ya’qub yang dalam surat Yusuf ayat ke 86 berkata: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadu kesusahan dan kesedihan dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahui.”
Adapun orang-orang yang terluka, suka mengeluh pada manusia. Padahal sembarang mengeluh itu berbahaya. Seperti kisah tentang seorang ibu yang baik dikeluarga penjahit.
Suatu hari dia berbelanja ke pssar kota dan dibelikannya celana panjang untuk anak lelakinya yang tercinta. Seusai berbelanja ia pun bergegas pulang. Sang anak sangat senang dengan suka cita mencoba celana itu, sementara sang ibu pergi ke dapur untuk membereskan belanjaan dan mempersiapkan makan malam. Tak berapa lama, terdengar teriakan keras.
“Ibu ini bagaimana sih? Masak beliin aku celana kepanjangan begini! Kan jelek kelihatannya.”

“ooh.... Tapi lingkar pinggangnya gimana, kebesaran gak?”
“Ya enggak. Tapi kalau kepanjangan gini aku gak mau pake!”

“Berapa centi lebihnya?”
“Sepuluh centi!”

Remaja tanggung belasan itu sepertinya pergi keluar. Pintu depan terdengar dibanting. Sang Ibu geleng-geleng kepala. Tak ingin mendengar omelan putranya lagi, ia bergegas pergi keruangan kerja suaminya yang seorang penjahit. Diambilnya gunting. Lalu kres, kres, kres dipotongnya ujung bawah celana itu sesuai dengan ukuran yang telah disebutkan anaknya lalu dengan jarum dan benang celana bahan berwarna hitam itu dijahitnya kembali “Beres” katanya sambil tersenyum.

Si anak pergi ke halaman samping. Di sana ada kakak perempuannya yang sedang merawat bunga koleksinya. “Kok cemberut?” tanya sang kakak sambil tersenyum. “kenapa?”
“Ibu tuh mbak, masak beliin celana gak ngerti ukuranku. Kepanjangan sepuluh centi. Jelek dilihatnya!”
“Oh gitu aja ngambek. Perbaiki sendiri kan bisa. Sana gih dari pada gak jelas gitu”
“Males ah, mau main bola dulu ke lapangan”.
Si adik kini sudah duduk di jok sepeda motor bebeknya, dicarinya kunci kontak. Tidak ada, kuncinya pasti dibawa kakak laki-lakinya. Ditemuinya kakak lelakinya di kamar. “Pinjem motor dong!”
“Mau kemana?” tanya si kakak sambil mengucek mata.
“Main bola!”
“Jiah... tumben anak cemen mau main bola!”
“Yah... dari pada dirumah suntuk gara-gara dibeliin celana kepanjangan sepuluh centi!”
Kakaknya tertawa. “Siapa yang beliin?”
“Ibu”
“Ya udah buat aku aja kalo kepanjangan.”
“Enak aja, kan bisa dibenerin. Lagian lingkar pinggang pas kok”
“Tuh kuncinya di atas meja”
“Ok deh”
Si kakak menggeliat lalu bangun dari pembaringannya. Tidur siang yang cukup. Agak sempoyongan dia bangun dan menuju kamar mandi. Sempat mampir ruang makan dan menyambar pisang goreng, dia melirik sekilas keruangan kerja ayahnya yang terbuka. “Oh itu celana yang kepanjangan” gumannya. Dengan gontai dia menuju kearah celana itu. Sambil sesekali masih menguap dan matanya terasa berat, diambilnya gunting dan kres...kres..kres. dipotongnya celana itu sepuluh centi. Dijahit ulang ujungnya dan beres. Sang kakak pergi mandi.
Si adik baru akan menyalakan motor ketika sang ayah mencul dari pintu pagar. Agaknya pulang dari rumah tetangga.
“Mau ke mana?”         
“Main bola pak!”
“Eh, sebentar. Bapak mau pake motornya dulu. Mau beli kancing hias untuk baju pesanan seragam TK.”
“Wah, nanti ketinggalan dong sepakbolanya.”
“Ya sudah sana. Tapi jangan lama-lama”
“Wah gak bisa Pak. Untuk menghilangkan suntuk gini harus lama main bolanya. Sampai capek.”
“Suntuk kenapa?”
“Ibu tuh. Masak beliin celana ukurannya kepanjangan sepuluh senti. Kan gak enak banget pakenya!”
“Nanti Bapak betulin.”
“Nah. Itu baru bagus”
“Berangkat dulu Pak.”
“Ya, hati-hati”
Si Bapak masuk ke ruangan kerjanya. Dilihat celana baru yang teronggok di situ. “Oh celana  barunya model selutut.” Maka kres...kres...kres. Celana itu dipotong lagi, dan dijahit kembali. Ketika menjelang Magrib, ketika si anak pulang terdengar suara teriakan membahana “Aaaa..... celana panjang kok tinggal selutut!”

Dalam dekapan ukhuwah mari sembuhkan luka-luka kita. Apalagi jika kita merasa terluka oleh orang-orang saleh dan insan beriman. Waspadalah. Karena luka itu bisa memicuk kebenciankita kepada iman dan kesalehan. Seperti yang terjadi pada Abdullah ibn Ubay dan orang-orang munafik. Maka jangan pernah lupakan doa yang diajarkan Allah kepada kita, Dan janglah Engkau jadikan ada rasa ghill dihati kami kepada orang-orang beriman, wahai Rabb kami. Sesungguhnya Engkau Maha lembut lagi Maha Penyayang.
Dalam dekapan ukhuwah hindarkan diri dari kepengecutan dan mengeluhlah hanya kepada yang mampu memberikan penyelesaian. Katakan saja, “Ya Allah aku punya masah besar/ “Dan sebagai variasi yang manis terkadang ucapkan juga. “Hai masalah, aku punya Allah yang Maha Besar”.

Sumber: Buku Dalam Dekapan Ukhuwah.  

Monday, March 4, 2013

TIPE MAHASISWA KETIKA MEMULAI USAHA SAAT KULIAH


1.      PALU GADA (aPA Lu bUtuh GuA aDA)
Semua yang bisa dijual pasti dijual. Mulai dari pulsa, donat, cireng, baju, sepatu, tas dll.
2.       MAHASISWA MUSIMAN
Jual sesuai tren dan musim, musim wisuda dia jual asesoris wisuda ato jasa photo wisuda.
Musim piala dunia, dia jual kaos sepak bola, dll.
3.       MAHASISWA PROYEKAN
Tipe ini mahasiswa yang ngerjain semua proyek yang ada. Dari mulai motokopi diktat temen sekelas, buat jaket angkatan, bis studi tour, sampai proyekan dosen
4.       MAHASISWA BERJASA
Suka diminta nerjemahin, ngetik skripsi, buat desain, nyewain motor sampai ngebeliin makanan temen-temen
5.       MAHASISWA MLM
Kerjanya ngeprospekin orang semangat dapetin mobil dan kapal pesiar bacaannya “Cashflow Quadrat” ngomongnya nampak meyakinkan tapi kadang berlebihan
6.       MAHASISWA HUNTING LOMBA BEASISWA 
Kerjaannya nyari dan nyoba semua peluang lomba dan beasiswa berharap dapet hadiah dari lomba yang dimenangkan. Target besarnya dapetin beasiswa yang nutupin biaya kuliahnya
7.       MAHASISWA PASSION
Dari semester 1 udah punya target mau bisnis apa? Mulai belajar bisnis dengan jadi agent ato gabung di sebuah lembaga sesuai dengan hasratnya. Semester selanjutnya udah mulai nyoba buka sendiri, dari ilmu yang didapat.
Sahabatku mengambil semua peluang usaha itu bagus tapi lebih bagus lagi jika secepat mungkin FOKUS dan SERIUS dengan usaha yang sesuai MINAT atau PASSION kita.


sumber: Setia Furqon Kholid

Komentar anda