Seringkali, yang paling mencintai kita
Tak menjadi yang paling kita cintai
Dan mungkin pernah,
Yang paling kita cintai
Membuat hati kita bagai dirajam duri
Diantara semua gairah dalam cinta, kecemburuan mungkin
sosok yang paling unik. Ia bagai api; membuat beku saat tiada, menghangatkan
ketika tepat ukurannya dan membakar saat meraksasa.
Mari kita berterimakasih pada rasa cemburu. Karena
dengannya kita menjadi manusiawi. Atau tak menuntut kekasih yang kita cintai
menjadi malaikat. Cemburu mengajari kita bahwa salehah tak berarti tak bisa
marah. Aisyah rha, misalnya. Karena cemburu ia pernah berkata kepada suaminya,
“Engkau ini hanya mengaku-ngaku Nabi!” bukan karena tentang kenabian suaminya.
Hanya karena ia sedang cemburu. Dan cemburu sedang mengajarinya sebuah perasaan,
“jika engkau seorang Nabi, saat ini aku sedang tak merasa keadilanmu. Bukan
karena engkau tak adil. Ini hanya perasaanku saja”.
Atau pernahkah engkau membayangkan beristrikan seorang
Aisyah bisa berarti pada suatu malam yang dingin sepi dan engkau sedang salat
malam dikamarnya ia akan mengelus-elus kepalamu? Ketika itu nabi sedang
melakukan salat malam sepulang dari rumah Mariah Al Qibthiyah. Maka Aisyah
meraba-raba kepala beliau, menelusurinya dengan seksama. Dia memeriksa apakah
rambut beliau basah? Adakah beliau berjinabah dengan Mariah? Dengan
mengelus-elus kepalanya. Di saat itu beliau salat!
“Wahai Aisyi kau kedatangan syaitanmu lagi...”, kata
beliau saat itu
Dan pernahkah sahabat membayangkan sahabat beristrikan
seorang Aisyah tak hanya berarti seorang gadis jelita berparas menawan, lincah,
enerjik, manja, imut-imut dan menyejukkan? Ya. Sang nabi pernah merasakan
bagaimana membanting pinggan hidangan di depan tamunya. Hidangan itu hais lezat
buatan Shafiyah, telah menerbitkan api cemburu Aisyah. Dan ia merenggut lalu
membantingnya tepat saat sahabat mengulurkan tangan untuk mengambilnya. Lalu
sang Nabi hanya tersenyum di depan belalak tamu, senyum yang diikuti permintaan
maaf, “Maafkan... ibunda kalian sedang cemburu...”
Sumber: Jalan Cinta Para Pejuang
0 comments:
Post a Comment