Saturday, March 23, 2013

Cemburu Terbit di Ufuk Cinta


Seringkali, yang paling mencintai kita
Tak menjadi yang paling kita cintai
Dan mungkin pernah,
Yang paling kita cintai
Membuat hati kita bagai dirajam duri

Diantara semua gairah dalam cinta, kecemburuan mungkin sosok yang paling unik. Ia bagai api; membuat beku saat tiada, menghangatkan ketika tepat ukurannya dan membakar saat meraksasa.

Mari kita berterimakasih pada rasa cemburu. Karena dengannya kita menjadi manusiawi. Atau tak menuntut kekasih yang kita cintai menjadi malaikat. Cemburu mengajari kita bahwa salehah tak berarti tak bisa marah. Aisyah rha, misalnya. Karena cemburu ia pernah berkata kepada suaminya, “Engkau ini hanya mengaku-ngaku Nabi!” bukan karena tentang kenabian suaminya. Hanya karena ia sedang cemburu. Dan cemburu sedang mengajarinya sebuah perasaan, “jika engkau seorang Nabi, saat ini aku sedang tak merasa keadilanmu. Bukan karena engkau tak adil. Ini hanya perasaanku saja”.
Atau pernahkah engkau membayangkan beristrikan seorang Aisyah bisa berarti pada suatu malam yang dingin sepi dan engkau sedang salat malam dikamarnya ia akan mengelus-elus kepalamu? Ketika itu nabi sedang melakukan salat malam sepulang dari rumah Mariah Al Qibthiyah. Maka Aisyah meraba-raba kepala beliau, menelusurinya dengan seksama. Dia memeriksa apakah rambut beliau basah? Adakah beliau berjinabah dengan Mariah? Dengan mengelus-elus kepalanya. Di saat itu beliau salat!
“Wahai Aisyi kau kedatangan syaitanmu lagi...”, kata beliau saat itu
Dan pernahkah sahabat membayangkan sahabat beristrikan seorang Aisyah tak hanya berarti seorang gadis jelita berparas menawan, lincah, enerjik, manja, imut-imut dan menyejukkan? Ya. Sang nabi pernah merasakan bagaimana membanting pinggan hidangan di depan tamunya. Hidangan itu hais lezat buatan Shafiyah, telah menerbitkan api cemburu Aisyah. Dan ia merenggut lalu membantingnya tepat saat sahabat mengulurkan tangan untuk mengambilnya. Lalu sang Nabi hanya tersenyum di depan belalak tamu, senyum yang diikuti permintaan maaf, “Maafkan... ibunda kalian sedang cemburu...”


Sumber: Jalan Cinta Para Pejuang


0 comments:

Post a Comment

Komentar anda