Saturday, July 30, 2016

Menulis Di Atas Pasir

Kisah tentang 2 orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Ditengah perjalanan, mereka bertengkar dan salah seorang tanpa dapat menahan diri menampar temannya.
Orang yang kena tampar, merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir :
Orang yang kena tampar, merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir :
"HARI INI, SAHABAT TERBAIK KU MENAMPAR PIPIKU."
Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang untuk menyejukkan galaunya.
Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, dimana mereka memutuskan untuk mandi.
Namun, ternyata oasis tersebut cukup dalam sehingga ia nyaris tenggelam, dan diselamatkanlah ia  oleh sahabatnya.Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu :
"HARI INI, SAHABAT TERBAIK KU MENYELAMATKAN NYAWAKU."
Si penolong yang pernah menampar sahabatnya tersebut bertanya,"Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir, dan sekarang kamu menulis di batu?"
Temannya sambil tersenyum menjawab,"Ketika seorang sahabat melukai
kita,  kita harus menulisnya diatas pasir agar angin maaf datang berhembus
dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila dalam antara sahabat
terjadi sesuatu kebajikan sekecil
apa pun, kita harus
memahatnya di atas batu hati kita, agar tetap terkenang tidak hilang tertiup waktu."
Dalam hidup ini sering timbul beda pendapat dan konflik karena
sudut pandang yang berbeda. Oleh karenanya cobalah untuk saling memaafkan dan lupakan masalah lalu.

Marilah kita belajar menulis diatas pasir!

Memantapkan Target ‘Menikah’ (Sub judul dari buku “Aku Pingin Nikah”)

Menikah adalah impian, target bagi yang sudah pingin. Ada yang berpatokan pada usia. Ada yang berpatokan pada kemapanan finansial. Ada yang berpatokan pada jenjang pendidikan. Ada pula yang berpatokan pada takdir.

Mereka yang berpatokan pada usia berkata, “Kalau usia saya sudah sekian tahun, saya menikah”. Mereka yang berpatokan pada kemapanan finasial berkata “Saya akan menikah kalau sudah memiliki penghasilan tetap, kalau sudah punya ini dan itu, baru saya menikah”. Adapun yang berpatokan pada jenjang pendidikan berkata “Kalau sudah lulus kuliah saya menikah”. Adapun yang berpatokan pada takdir mengatakan “Nanti kalau sudah saatnya, saya juga menikah. Jodoh sudah ada yang mengatur. Tenang saja!”.

Berpatokan pada usia, tidak menjamin pada saat usia tiba seiring pula dengan keberanian untuk menikah. Kalaupun mental dan keberanian sudah ada, jodoh belum tentu juga datang pada saat itu. Berpatokan pada kemapanan finansial, rawan menumbuhkan banyak pertimbangan. Sudah punya ini, menunggu punya itu. Akhirnya tertunda-tunda menikahnya.

Demikian pula berpedoman pada jenjang pendidikan. Bisa tertunda pernikahnnya lantaran kelulusan yang tertunda-tunda. Kasus-kasus kuliah tidak lulus-lulus entah lantaran sering cuti ataupun lantaran malas sudah bukan hal yang aneh. Kuliah yang seharusnya 4 tahun lulus menjadi 5, 6 atau 7 tahun, sudah biasa. Kalau memutuskan setelah lulus menikah, iya kalau sudah mapan finansialnya sebabnya selama kuliah juga sambil bekerja uang, kalau tidak? Dijamin, yang ada dlam fokus pikiran adalah mendapatkan pekerjaan terlebih dulu.

Adapun yang berpatokan pada takdir, sebaiknya banyak bercermin diri. Perhatikanlah teman-teman kita yang sudah menikah. Apakah 90 persen jodohnya datang sendiri? Apakah jodoh mendatanginya saat ia berada dirumah? Kalau memang jodoh itu datang sendiri tanpa ikhtiar, mengapa banyak yang usianya menuju kepala tiga, tapi belum juga bertemu jodohnya?

Lantas, bangaimana sebaiknya?
Bukan usia berapa atau sudah memiliki apa sebaiknya kita menikah. Tapi, saat sudah memiliki kemampuan (ba’ats). Banyak melesetnya bila kita berpatokan pada parameter usia tadi, jenjang pendidikan, kemapanan finsial, apalagi takdir. Tapi, bila kita berpedoman pada tuntunan Nabi Saw insya Allah kemudahan sekaligus keberkahan yang akan kita raih.

Artinya apa? Kalau mematok, mematoklah sesuai dengan Sunnah. Bila hari ini Allah sudah mampukan diri kita, kesiapan menafkahi keluarga juga sudah, sangat menzalimi bila kita menikah menunggu lulus kuliah. Padahal, kelulusan masih 2 tahun lagi atau lebih. Atau kita menunggu memiliki ini dan memiliki itu. Padahal harga-harga senantiasa melonjak seiring dengan bergulirnya waktu.

Bersambung......             

Puisi Cinta

Kasih....
Jiwa ini telah ikhlas menyambutmu
Menjadi belahan jiwa dalam hidupku
Ku rangkai kata dalam bait-bait doa
Menjemputmu dalam doamu

Ya Allah...
Kuserahkan segalanya padaMu
Semoga dia mencintaiku setulus hatinya
Namun ku tahu hati tak bisa dipaksa
Bila cintanya berlabuh didermaga hatiku
Itu semua karena kehendakMu

Cintaku menggagungkan namaMu
Karena kuyakin penantianku takkan sia-sia
Jiwanya berlabuh padaku hanya karena kehendakMu
Cintaku memuji asmaMu

Air mataku terurai
Menantikan hadirnya
Dalam tasbihku menjemputmu
Aku yakin Allah akan pertemukan kita
Meski kita belum berjumpa

Izinkan aku menjemput hari ini dan untuk selama-lamanya
Menjadi belahan jiwa
Penentram qalbuku

Mengarungi hidup bersama-sama

Komentar anda