Thursday, August 4, 2016

Aku Pingin Nikah

Cowok tergoda sama cewek dan cewek tergoda sama cowok, sudah sering terjadi. Saat melihat sosok cewek, seorang cowok bisa bergetar hatinya. Sebaliknya, saat nekihat sosok cowok, cewek pun juga bisa bergetar hatinya. Perasaan ingin memiliki pun saling berkecamuk dalam hati. Bagaimana bila kita sering merasakan godaan itu setiap saat? Bagaimana kita bisa berkonsentrasi dalam perkuliahaan atau pekerjaan, bila bayang-bayangan lawan jenis senantiasa menjadi pikiran?
Padahal, dalam sebuah penelitian menyimpulkan bahwa “Gejolak seksual dapat menyebabkanorang muda usia 19-25 tahun menjadi Low Achievers orang yang berprestasi rendah ini terutama terjadi pada mereka yang memiliki dorongan biologis yang tinggi, tetapi terhambat dalam memenuhi kebutuhannya.”
Karena itulah, menikah pada masa ini adalah saat yang tepat. Saat godaan terus menerpa, ada obat yang menyejukkan pandangan mata dan meredakan gejolak jiwa. Berduaan menjadi barakah dan tidak menimbulkan fitnah. Selamat dari gunjingan insya Allah, menikah lebih membawa kemaslahatan.

Judul Buku        : Aku Pingin Nikah
Penulis              : Fadlan Al Ikhwani (Penulis Buku best seller ‘Kujemput Jodohku’
Penerbit            : Pro U Media
Tahun Terbit      : 2011
ISBN                : 979-1273-80-4

  

Memantapkan Target ‘Menikah’ #2 (Sub judul dari buku “Aku Pingin Nikah”)

Menikahlah bila sudah ba’ats. Bukan bila sudah usia sekian. Bukan bila sudah menempuh jenjang ini dan itu. Bukan pula pasrah pada takdirNya. Allamah Haddad mengingatkan kita melalui syairnya”
Sehat dan masa muda adalah kenikmatannya hidup
Bila keduanya pergi tiada lagi hidup berguna
Bukan karena bosan hidup si tua menyatakan kesalnya
Tapi karena kelemahannya penyebab kebosanan

Menikah adalah keniscayaan. Mempersiapkannya seharusnya jauh-jauh hari. Bukan mendadak sifatnya. Para orangtua dikalangan orang-orang saleh sangat bertanggungjawab terhadap pernikahan putra-putrinya.

Kita pernah membaca dalam sejarah. Saat Khunais ibn Hudzaifah syahid, Umar ibn Khattab segera mencarikan suami baru untuk istri Khunais yang menjanda, Hafsah yang tidak lain adalah putri Umar. Beliau pun menawarkan kepada Usman dan Abu Bakar. Dalam Shahih Bukhari dikisahkan oleh Abdullah ibn Umar:
Ketika Hafsah menjanda, Umar bertemu dengan Utsman dan menawarkan Hafsah kepadanya. Utsman meminta waktu beberapa hari untuk memikirkannya. Selang beberapa hari, Utsman memberikan jawaban bahwa dirinya tidak akan menikah untuk saat ini. Kemudian Umar bertemu dengan Abu Bakar dan menawarkan Hafsah kepadanya. Namun Abu Bakar diam sehingga Umar merasa lebih tersinggung daripada penolakan Utsman.

Selang beberapa hari, Rasulullah saw menerima dan langsung menikahinya. Abu Bakar kemudian menjelaskan. “Mungkin engkau tersinggung saat menawarkan Hafsah kepada saya sedangkan saya tidak memberikan jawaban. Sungguh tidak ada yang menghalangi saya untuk menerima tawaran itu. Hanya saja, saya telah mengetahui bahwa Nabi Saw menyebut-nyebutnya dan saya tidak mau menyebarkan rahasia Rasulullah Saw. Seandainya Nabi Saw tidak ingin mengambil Hafsah sebagai istri beliau, niscaya saya akan menerimanya”.

Kisah ini memberikan kita pelajaran bahwa bila kita hendak meminang seorang gadis yang ternyata ada sahabat kita yang juga ingin meminang, akan lebih baik kalau kita mendahulukan sahabat kita. Syaratnya, selama kita ketahui bahwa sahabat kita itu lelaki yang shaleh. Namun bila kita mengetahui bahwa calon peminang adalah lelaki yang fasik justru kita yang perlu bergegas meminang bila wanita yang akan dipinang adalah wanita yang shalehah.   

Para orangtua dikalangan para salafus saleh sangat memperhatikan masa depan putra-putri. Termasuk dalam urusan pernikahan mereka. Bila orangtua kita sangat memperhatikan diri kita sampai sedemikian itu. Bersyukurlah. Akan tetapi, bila orangtua seakan tidak mau tahu menganggap kita sudah bisa menentukan pilihan dan mencari sendiri, jangan salahkan mereka. Kita mesti aktif dan progresif.

Kemapanan finansial biasanya juga sangat mempengaruhi. Bila kita merasa sudah mapan kondisi finansialnya. Bila kita dirasa sudah mapan kondisi finansialnya, mereka akan mulai mempertanyakan kapan kita akan menikah? Sudah punya calon belum? Tapi kalau kita masih menganggur, sukanya ngeluyur, mereka mau bertanya pun rasanya enggan. Boro-boro memikirkan pernikahan kita, memikirkan diri kita yang sering pergi tak tentu tujuan saja, mereka sudah pusing.

Kita yang merasa memiliki pendidikan yang lebih tinggi dari mereka, jangan menyalahkan sejarah. Mengapa Allah  menakdirkan kita seperti ini? Mengapa orangtua kita seperti ini? Mengapa orangtua kita tidak memiliki sifat seperti Umar ataupun Said yang memperhatikan anak-anaknya. Kitalah yang semestinya bertindak proaktif dan mempersiapkan diri.

Sahabatku....
Mantapkanlah target. Engkau yang masih duduk di bangku SMA, teruslah mendalami ilmu diin ini. Persiapkan pula untuk menjadi seorang suami atau istri. Menjadi seorang ayah atau ibu. Menjadi orangtua dan tidak hanya menjadi seorang. Agar semakin usia menanjak, semakin matang dalam memantapkan langkah sehingga ketika memutuskan menikah sudah bukan ketergesa-gesaan namanya, melainkan menyegerakan.


Wallahu a’alam                      

Komentar anda