Monday, June 4, 2012

Dian



Seorang sahabat menceritakan kepada saya saat ia menjalani operasi katarak tahun lalu, hamper sepekan lamanya tidak bias menikmati sinar apapun. Meski yang dioperasi sebelah kanan, yang kiri tetap tidak bisa melihat secara sempurna. Sungguh keadaan yang membuat hati ini menjadi galau.
Pernahkah sahabat merasakan mati lampu (listrik) meski berada di ruangan yang sudah kita hafal? Tapi toh tetap kita tidak bisa melihat dengan sempurna kita akan menabrak-nabrak juga. Rasanya hidup menjadi berantakan. Lalu bagaimana dengan orang yang berjalan tanpa cahaya? Dalam kebutaannya itu justru dia berlaku sombong, sungguh aneh.
Dia, cahaya atau pelita memang dibutuhkan dalam hidup ini. Lentera memang kecil, cahayanya kerlap-kerlip, tapi sekecil apapun cahaya bagi seorang petualang akan sangat besar manfaatnya. Apalagi ditengah-tengah gulita duh senangnya ketika melihat setitik cahaya. Kerlip bintang akan menjadi petunjuk arah, ibarat fajar yang selalu memberikan harapan kepada semua makhluk di setiap pagi. Karena orang yakin setelah fajar akan muncul matahari terang benderang.
Tugas seorang muslim adalah menjaga agar cahaya dalam dirinya itu tidak padam, apakah bisa cahaya itu padam? Ya tentu saja bisa, bila kita sering bermaksiat. Tugas kita berikutnya adalah menjadi penerang bagi sekitar, sosok kita terasakan keberadaannya dilingkungan tersebut. Syukur-syukur kita bisa mentransfer keberadaan cahaya itu.
Seorang ayah menjadi cahaya bagi rumahnya, jangan sampai rumah tersebut menjadi gelap gulita. Sehingga istri dan anak-anaknya terlunta-lunta mencari cahaya diluar.
Dustur Allah:
Allah memberikan cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam kaca dan kaca tersebut seakan-akan bintang yang bercahaya di dalamnya seprti mutiara yang dinyalakan dengan minyak dari pohon berkahnya yaitu pohon zaitun

Komentar anda