Saturday, July 30, 2016

Memantapkan Target ‘Menikah’ (Sub judul dari buku “Aku Pingin Nikah”)

Menikah adalah impian, target bagi yang sudah pingin. Ada yang berpatokan pada usia. Ada yang berpatokan pada kemapanan finansial. Ada yang berpatokan pada jenjang pendidikan. Ada pula yang berpatokan pada takdir.

Mereka yang berpatokan pada usia berkata, “Kalau usia saya sudah sekian tahun, saya menikah”. Mereka yang berpatokan pada kemapanan finasial berkata “Saya akan menikah kalau sudah memiliki penghasilan tetap, kalau sudah punya ini dan itu, baru saya menikah”. Adapun yang berpatokan pada jenjang pendidikan berkata “Kalau sudah lulus kuliah saya menikah”. Adapun yang berpatokan pada takdir mengatakan “Nanti kalau sudah saatnya, saya juga menikah. Jodoh sudah ada yang mengatur. Tenang saja!”.

Berpatokan pada usia, tidak menjamin pada saat usia tiba seiring pula dengan keberanian untuk menikah. Kalaupun mental dan keberanian sudah ada, jodoh belum tentu juga datang pada saat itu. Berpatokan pada kemapanan finansial, rawan menumbuhkan banyak pertimbangan. Sudah punya ini, menunggu punya itu. Akhirnya tertunda-tunda menikahnya.

Demikian pula berpedoman pada jenjang pendidikan. Bisa tertunda pernikahnnya lantaran kelulusan yang tertunda-tunda. Kasus-kasus kuliah tidak lulus-lulus entah lantaran sering cuti ataupun lantaran malas sudah bukan hal yang aneh. Kuliah yang seharusnya 4 tahun lulus menjadi 5, 6 atau 7 tahun, sudah biasa. Kalau memutuskan setelah lulus menikah, iya kalau sudah mapan finansialnya sebabnya selama kuliah juga sambil bekerja uang, kalau tidak? Dijamin, yang ada dlam fokus pikiran adalah mendapatkan pekerjaan terlebih dulu.

Adapun yang berpatokan pada takdir, sebaiknya banyak bercermin diri. Perhatikanlah teman-teman kita yang sudah menikah. Apakah 90 persen jodohnya datang sendiri? Apakah jodoh mendatanginya saat ia berada dirumah? Kalau memang jodoh itu datang sendiri tanpa ikhtiar, mengapa banyak yang usianya menuju kepala tiga, tapi belum juga bertemu jodohnya?

Lantas, bangaimana sebaiknya?
Bukan usia berapa atau sudah memiliki apa sebaiknya kita menikah. Tapi, saat sudah memiliki kemampuan (ba’ats). Banyak melesetnya bila kita berpatokan pada parameter usia tadi, jenjang pendidikan, kemapanan finsial, apalagi takdir. Tapi, bila kita berpedoman pada tuntunan Nabi Saw insya Allah kemudahan sekaligus keberkahan yang akan kita raih.

Artinya apa? Kalau mematok, mematoklah sesuai dengan Sunnah. Bila hari ini Allah sudah mampukan diri kita, kesiapan menafkahi keluarga juga sudah, sangat menzalimi bila kita menikah menunggu lulus kuliah. Padahal, kelulusan masih 2 tahun lagi atau lebih. Atau kita menunggu memiliki ini dan memiliki itu. Padahal harga-harga senantiasa melonjak seiring dengan bergulirnya waktu.

Bersambung......             

0 comments:

Post a Comment

Komentar anda