Friday, January 31, 2014

Ketika Cinta Jatuh di Tempat yang “Salah”

Setiap kita pasti pernah jatuh cinta. Ada pendapat yang mengatakan, cara kita mencintai, membina relasi hingga tipe dan karakter orang yang kita inginkan sebenarnya cermin dari kondisi internal kita sendiri. Konon, sikap  dan cara pandang kita mempengaruhi gampang atau langkanya cinta untuk datang dalam hidup kita. Konon pula, cara pandang tertentu bisa menyebabkan cinta susah menembus dinding hati kita. Meski kita merindukan pasangan, tapi selalu hati kita tertutup dan tidak pernah memberi kesempatan pada cinta untuk datang menyapa.
Jadi, bila ingin dan merindukan datangnya cinta, ubahlah cara pandang Anda, dan pada akhirnya, ubahlah culture internal kita sendiri.  Benarkah?  Setidaknya hal itulah yang diyakini dalam film Something New. Sebuah film yang dirilis tahun 2006 yang memdapat banyak review positif atas cerita yang disajikan berserta pemerannya.
Kenya McQueen, wanita muda yang karirnya cemerlang, berteman dengan sekelompok wanita muda lainnya yang juga berkarir cemerlang. Golongan upper class warga kulit hitam di Amerika Serikat. Hal yang membuat kelompok itu setara bukan sekedar soal karir cemerlang dan pendidikan tinggi. Wanita-wanita ini juga sama-sama merindukan pasangan namun juga nyaris pesimis apakah suatu hari mereka akan menikah. Pasalnya, mereka berpegang pada statistic bahwa 42,4 persen perempuan kulit hitam tidak menikah. 
Para perempuan well educated ini juga sibuk berpegang pada daftar lain soal pasangan. Harus berpenghasilan lebih tinggi, dan beberapa syarat lain yang akhirnya mereka sadar, mungkin perlu direview meski tidak mudah. Dan mereka “bersepakat” atas perspektif baru. Let go, let flow. Dengan mantra baru tersebut, Kenya menerima ajakan blind date diatur salah satu rekan kerjanya (Leah). Namun mantra let go let flow ternyata tak mudah diwujudkan. Ketika akhirnya bertemu dengan lelaki yang dikenalkan padanya (Brian), Kenya tak mampu menghilangkan daftar syarat suami ideal. Pasalnya Brian kulit putih dan ini teak sesuai dengan harapannya. 
Singkat cerita, Brian yang kebetulan designer taman akhirnya menggarap taman rumah yang baru dibeli Kenya. Hubungan majikan pekerja dalam proyek taman mendekatkan keduanya dan cinta berkembang. Sampai kemudian Kenya menyadari dirinya jatuh cinta sekaligus tak mampu melepas “daftar” dalam pikirian.
Dalam kondisi ini datang lelaki lain yang tepat sesuai untuk menjadi pasangannya. Karir cemerlang, dan lebih penting lagi, sama-sama berkulit hitam (Mark). Kanye dan Brian berpisah, lalu hubungan Kenya dengan Mark berkembang.
Meski “sempurna” dan tepat sesuai “daftar syarat pasangan ideal”, Kenya tidak merasakan cinta kepada Mark. Hatinya tetap pada Brian. Film ini berakhir dengan happy ending. Kenya berani melepas daftar, let go, let flow, ikuti hati dan kemudian melangkah bersama Brian yang serba berbeda dengan “daftarnya”.
Yang membuat kisah ini lebih berbobot dari sekedar menceritakan dan percintaan  lelaki dan perempuan adalah, situasi rasialias yang membangun “perisai besi” dalam dunia batin Kenya. Di kantor, Kenya yang cerdas namun berkulit hitam sempat diremehkan client dan justru asistennya yang lebih dipercaya hanya karena si asisten berkulit putih.     
Pada akhirnya, jatuh cinta dan membina hubungan bisa mengungkapkan banyak hal dari diri kita sendiri. Termasuk apakah kita menata ulang perspektif kita dalam memandang hidup.  



Sumber: Tarbawi

0 comments:

Post a Comment

Komentar anda