Friday, March 9, 2012

Mencari Bidadari


“Teet…teet…teet”, bel berbunyi tiga kali tanda waktunya pulang, dan kami pun berhamburan berebutan keluar, Hafez berjalan pelan menyusuri koridor sekolah, tiba-tiba… seorang cewek hampir menabraknya, “maaf ya!, saya buru-buru” katanya sambil terus berlalu, Hafez hanya melihat sekilas, dan kembali menunduk, dijalan Hafez merenung, “kayaknya cewek itu tadi belum pernah aku temui di sini, apakah ia anak baru?” begitulah pikirannya bermain, “Astaghfirullah, aku memikirkan yang tidak boleh aku lakukan!” hatinya berguman menyesali tindakannya tadi.
Esok harinya
“Semester ini sekolah kita akan menyeleksi siswa-siswa berprestasi, siapa saja yang akan duduk di kelas dua satu dan siapa saja yang tidak, yang duduk di kelas dua satu adalah mereka yang mendapatkan prestasi sepuluh besar di semua kelas, Hafez mulai was-was, dia merasa dia akan tereliminasi dari pertarungan ini. Selama ini dia bukanlah siswa yang berprestasi gemilang, dia hanya berhasil bertengger di dua puluh besar. Dan disaat pembagian rapor prediksinya besar, dia harus tereliminasi, tapi masih untung dia berhasil masuk di dua puluh besar, yang artinya ia masuk di kelas dua dua, begitu masuk di hari pertama di jam pertama setelah berkenalan dengan semua siswa dikelas baru ia langsung disuguhi dengan pelajaran ‘super’ yakni Matematika, bagi Hafez Matematika adalah pelajaran yang membosankan. Tapi hari itu lain, Hafez merasa Matematika kali ini begitu enjoy tidak seperti kemarin-kemarin.
Setelah pembahasan materi, guru Matematika langsung member tugas pada kami, Hafez tenggelam dalam pergulatan hebat untuk mengerjakannya, setengah jam kemudian dia telah siap, karena Hafez belum yakin, dia langsung mendekati orang-orang yang dia anggap kaum ‘eklusif’ sambil memperhatikan cara kerja mereka, “sama, cara mereka sama dengan ku” guman hatinya, lalu, “dah siap?” seorang cewek menyapanya, suara itu mengangetkannya, “eeh iya, dah siap, tapi gak yakin” kata Hafez setengah terkejut mendengar suara itu, “coba liat, eeem caranya dah benar, Cuma rumusnya salah, nih punya ku” kata cewek itu.
Setelah Hafez mendapatkan kertas hasil kerja cewek itu, ia kembali ke bangkunya, ia tidak biasa duduk bareng cewek, setelah siap mengerjakan tugas itu, Hafez merasa lega, “awal yang indah” guman hatinya, setelah dua jam, ternyata sekolah belum begitu aktif, siswa pada pulang semua. “Pulang kemana?” suara itu mengangetkannya, “eh… ke rumahlah” jawab Hafez grogi, “maksudnya rumahnya dimana?” cewek itu memperjelas pertanyaannya “ke Latong” Hafez menjawab, “ooo, bisa bareng dong!” jawab cewek itu antusias, “boleh ngak!!” cewek itu meyakinkan lagi pertanyaannya, “eeh boleh-boleh” Hafez menjawab grogi, “siswa baru ya?” Tanya Hafez basa-basi “maksudnya?” Tanya cewek itu, “maksud saya, kamu siswa pindahan ya?” Tanya Hafez mulai berani, “oooo, ngak aku siswa kelas satu dua” jawabnya, “ooo, tapi kok baru kali ini saya liat?” Tanya Hafez, padahal hampir semua siswa di SMAN Tunas Bangsa, ia mengenalnya atau sebatas tahu raut wajah mereka, atau setidaknya ia pernah bersua, memang Hafez agak susah berkomunikasi dengan cewek, “oh iya, kita belum kenalan, kenalin nama aku Cut Juraidah” cewek itu memperkenalkan diri, “eeh iya” jawab Hafez salah tingkah “nama saya Hafez Nur Hidayat” jawab Hafez, “nama yang cantik sepadan dengan orangnya” guman hati Hafez, “tinggal di mana?” Tanya Hafez.
“Di Pantee Cermin”, katanya. “bisa bahasa Aceh?” Tanya Hafez, “ngak!” jawabnya malu-malu, “masak orang Aceh ngak bisa ngomong bahasa Aceh” Tanya Hafez heran, “Aku dari Banda Aceh, di sini tinggal di rumah Mak Cek1” jawabnya menjelaskan. Hari itu setiba di rumah siap salat dan makan Hafez tidur di kamarnya yang kecil, “kayaknya saya pernah berjumpa sama dia, tapi dimana ya?” hati Hafez berguman keheranan.
Besok paginya, saat jam istirahat, ia diam di kelas, Hafez jarang ke kantin, tiba-tiba Icut, mendekatinya, “ngak ke kantin?” Tanya dia pada Hafez, “ngak ah, males” jawab Hafez, “kamu anak satu-satu ya?” Tanya Icut pada Hafez, “Iya, kemarin tereliminasi, ya nyangkut di sini” basa-basi Hafez, “katanya, kamu anaknya alim ya?” Icut mencoba basa-basi dengan Hafez “kata siapa?” jawab Hafez, “anak-anak kelas satu-satu kemarin, katanya kamu ngak suka pacaran” Tanya icut, “itu sebenarnya prinsip seorang muslim sejati” jawab Hafez diplomatis. “maaf ya, kamu kayaknya belum pernah saya lihat lho selama saya kelas satu, makanya kemarin saya nanyak, kamu anak baru” pikiran Hafez menerawang dimanakah ia pernah berjumpa dengan gadis itu, “oh iya!” hatinya menemukan jawaban, “dia gadis yang kemarin waktu kelas satu hampir menabraknya di pintu kelas satu dua”, hatinya memekik kegirangan sambil tersenyum, “ada apa? Ada yang lucu ya?” Tanya Icut melihat Hafez salah tingkah merasa Icut melihat rona wajahnya memerah. “ah ngak Cuma saya, merasa pernah ketemu dengan Icut, tapi lupa dimana” jawab Hafez.
Hari ini hari yang paling ia suka pertama karena hari ini saatnya senam pagi, olah raga yang paling ia gemari, terus dilanjutkan dengan gotong royong dan saat jam masuk nanti ia akan melakukan satu program kerja OSIS bidang Keagamaan dan Ketaqwaan, mengutip sumbangan jumatan dari siswa-siswa di sekolah disaat jam pelajaran pertama. Setelah itu ia menyerahkannya kepada Bendahara Bidang, lalu ia masuk mengikuti pelajaran di kelas. Jam pulang, Hafez kembali pulang bareng Icut, di jalan Hafez bertanya “Cut, dari Banda Aceh, kok sekolah ke Jeuram, pan di sana sekolahnya lebih bonafit ketimbang di sini?” Tanya Hafez, “ibu nyuruh aku sekolah ke sini, katanya bantu-bantu tante, tante belum ada anak, jadi aku dianggap anaknya gitu” jawab Icut, “Ndi aku duluan ya” kata Icut memutuskan komunikasi berhubungan kami sudah sampai di simpang jalan, “deket amat sih!, astaghfirullah, aku mulai kena virus MJ2 ni” guman Hafez.
Hafez, nanti pukul sepuluh tolong ke ruang rapat ya!” pesan Pak Thalib, “ada apa pak?” Tanya Hafez heran, tumben, hari ini OSIS buat rapat” guman Hafez heran dengan pesan pak Abdul Muthalib barusan. Jam istirahat ia langsung menuju ke ruangan MPK3, “Mat, ada apa sih?” Tanya Hafez pada Rahmat ketua OSIS, “ngak tau juga, ntar kita liat” jawab Rahmat. Setengah jam kemudian Pak Thalib dan Bu Nursiah masuk ke ruangan bersama tiga orang yang tidak kami ketahui.
“Assalamualaikum anak-anak, siang ini kita kedatangan abang-abang dari KKIA4 mereka nantinya akan memperkenalkan dan memberikan beberapa pemahaman keagamaan”, pak Abdul Muthalib membuka pertemuan, “kepada Bang Adhifal kami persilakan” pak Thalib mempersilahkan salah seorang dari tiga orang tamu di depan kami. “Adek-adek sekalian, perkenalkan kami dari NGO5 KKIA, kami ke sini dalam rangka silaturrahim dan juga dalam rangka memperkenalkan sebuah program pembinaan keagamaan kepada kalian semua dan juga menyerahkan beberapa bantuan dari NGO Malaysia”.
“Untuk pertama perkenalkan saya Adhifal Susanto, S.P, yang di samping saya Bukhari, A,Md. Dan Ali Saputra, A.Md. kami dari KKIA, sebuah NGO di Aceh yang bergerak dibidang bantuan kemanusiaan dan pendidikan, di sini kami ingin memperkenalkan sebuah metode dakwah di sekolah, yaitu metode Mentoring di dalam sebuah wadah bernama ROHIS6, nanti di sini kalian akan di perkenalkan dengan materi-materi tarbiyah Rasulullah” setelah bang Adhifal berbicara, beliau menanyakan pada pak Thalib, “bidang yang menangani masalah keislaman di SMA ini apa”, “Mad, jelasin sama bang Adi, bidang apa”, pak Thalib meminta pada Rahmat untuk menjelaskannya, kemudian Rahmat menjelaskan “bidangnya Keagamaan dan Ketaqwaan, ketuanya Hafez Nur Hidayat” jawab Rahmad, “ooo, sama seperti nama Ustat Hidayat Nur Wahid, Cuma dibalik saja” jawab bang Adhifal sambil tersenyum kecil, “kalo begitu kami akan menawarkan sebuah program kerja untuk OSIS, untuk selanjutnya akan di jelaskan oleh bang Bukhari” bang Adhifal mempersilahkan orang yang disampingnya yang bernama Bukhari “ya, adik-adik dakwah itu tidak hanya ceramah, pidato, tapi dakwah itu ada banyak model dan cara yang bisa kita lakukan dan tidak hanya oleh mereka yang sudah tua, berjenggot, tapi dakwah bisa dilakukan oleh siapapun”. Bang Bukhari menjelaskan.
Kemudian mereka memutuskan untuk membentuk ROHIS di SMA, dan Hafez sebagai ketuanya, lalu mereka menyerahkan bantuan berupa beberapa mushaf al quran kepada SMA kami. Lalu mereka menetapkan jadwal pertemuan pembinaan mentoring di sekolah kami. “Hafez, tolong infokan dan ajak kawan-kawan kamu untuk ikut serta dalam acara kita nanti setiap sabtu pukul tiga sore” bang Adhifal mengingatkan pada Hafez sebelum mereka berpisah. Hafez kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran lanjutan, begitu siap pelajaran di kelas dan sebelum pulang Hafez maju ke depan kelas “permisi bu! Ada sedikit pengumuman bagi kawan-kawan semua, mulai hari sabtu ini, setiap pukul tiga sore, akan ada program mentoring keislaman di mushalla, bagi kawan-kawan yang berminat dan punya waktu bisa ikut” Hafez mengumumkan hasil pertemuan tadi di depan kelas.
“Ndi, mau kemana?” Icut menyapa Hafez ketika Hafez mau menuju ke mushalla sekolah, “eeh Cut, mau ke mushalla, mau ikut?” jawab Hafez sambil mengajak Icut ikut serta, “ayo, siapa pemateri?” jawab Icut antusias. Akhirnya hari pertama yang mengikuti acaranya ada 25 orang, 20 Akhwat7, lima orang ikhwan8 materi untuk hari pertama Makna Syahadah9.
“Cut, menurut Icut, pacaran itu gimana sih?” Hafez bertanya pada Icut pada jam istirahat, “eeeem, menurut saya, pacaran dalam Islam itu tidak mengenal adanya pacaran tapi adanya pernikahan” Icut menjawab pertanyaan Hafez, “emang ada apa kok nanyaknya kek tu?” Tanya Icut pada Hafez “ngak kok, Cuma mo nanyak doang” jawab Hafez grogi, “heeem, menurut aku, pacaran dalam Islam itu ngak ada, karna Islam mengatur bagaimana hubungan cewek dan cowok, jadi bagi aku, pacaran itu ngak ada, kalau emang mau ya nikah!” jawab Icut, mendengar jawaban itu Hafez berpikir, bahwa prinsip mereka sama, dan ia pun mengurungkan niatnya untuk menyatakan cinta pada Icut, “teeet…teeet..,” bel tanda masuk berbunyi “masuk yuk!” Icut mengangetkan Hafez dari lamunannya, “ayo!” jawab Hafez sambil beranjak.
“eeh Ndi, kamu pacaran ma Icut ya?” Tanya Taufik teman sebangku dengan Hafez saat menunggu guru masuk di dalam kelas, “Ngak! Kata siapa? Kami ngak pacaraan kok, kami Cuma temenan doang” jawab Hafez dengan mimik terkejut, dia tidak menyangka bakal mendapat pertanyaan itu. “udahlah ngaku aja, aku liat kok kalian sekarang ni sering jalan bareng” desak Taufik, “ngak kok, kami …eee.eee Cuma temenan, kalo ngak percaya Tanya ndiri ma Icut” jawab Hafez terbata-bata panik, rona wajahnya juga berubah. Taufik Cuma senyam-senyum.
“Ndi, kamu pernah pacaran ngak?” Tanya Rahmad saat kami lagi ngerjain tugas dari sekolah di ruangan OSIS, “ngak!” jawab Hafez singkat, “yang bener???” Tanya Rahmad penasaran, “beneran hai” jawab Hafez ketus, “emang ngapain pacaran lagi” “ya paling ngak kan temen cewek punya kan?” cerocos dia kemudian, “ah ntah pa tah, ngak da bahan lain pa?” cerocos Hafez mencoba menghindar dari bahasan itu. “jawab dulu, kalo aku dan dua sama yang sekarang, kamu dah da belum?” desak Rahmad “trus kata kawan-kawan kamu lagi deket ma si Icut ya?” cerocos Rahmad,
¦¦¦

Dua tahun kemudian….
Arif, antum10 mau kemana? Tanya Hafez pada teman satu kos dengannya, mau ke warung bro! ada pesanan gak?” Tanya Arif sambil terus berlalu, “iya ni nitip, beliin roti satu pack, trus gula setengah kilo, mang ada acara apa bro?” Tanya Arif heran dengan pesanan Hafez yang banyak, “biasa bro, rencana nanti ada pengajian di sini, ko ikotlah” jawab Hafez menjelaskan pada Arif. Dua jam kemudian, para mutanabbi11 mulai berdatangan. “Assalamualaikum”, suara salam dari luar, ternyata Annis dan Alfi mengucapnya bersama “waalaikumsalam, masuk akh, Cuma bedua?” jawab Hafez sembari mempersilahkan dua sohibnya masuk. “iya, Fika, Mahmudi dan Ijal, datang belakangan, katanya sih masih ada amanah yang musti dikerjain” jawab Alfi, “ya dah, kita masuk dulu sembari menunggu mereka” Hafez masuk ke dalam rumah diikuti kedua temannya.
“oke! Semuanya sudah hadir, bisa kita mulai?” Tanya Hafez membuka pertemuan “udah kayaknya sudah hadir semua” jawab Ijal. “baiklah, bismillah, Assalamualaikum” Hafez membuka pertemuan. Setengah jam kemudian pengajian mereka pun selesai, sebelum mereka pulang biasanya mereka berdiskusi sebentar tentang keadaan masing-masing sambil menikmati teh hangat dan roti yang dibeli oleh Hafez tadi.
“Dakwah bukanlah hanya berceramah dan ikut pengajian, dakwah itu banyak model yang bisa kita garap” Hafez meng update status facebooknya, lima menit kemudian berdatangan komentar dari teman-teman dunia mayanya, dengan komentar beragam pula, tiba-tiba ada pesan permintaan pertemanan, lalu Hafez mengkonfirmasi pertemanannya, kali ini seorang cewek dari Lampung, Nama Annisa Asyfa, tidak lama kemudian cewek itu mengirim pesan kepadanya, “Assalamualaikum, salam ukhuwah, ngomong-ngomong boleh ngak kalo saya curhat?” isi pesannya pendek, “Waalaikumsalam, boleh dengan senang hati, semoga bisa membantu” balas Hafez singkat. Selang beberapa lama dosen mata kuliahnya masuk terpaksa Hafez offline sebentar untuk mengikuti perkuliahaan.
“Akh12 bisa ke secret sebentar kita nanti ada Syuro13“ Budi sang Sekum LDK14 di kampusnya memberitahu bahwa nanti ada Syuro, “oke!, insya Allah ana ikut” jawab Hafez singkat, “afwan15 ana16 harus ke jurusan sebentar ada amanah dari dosen, ok! ana jalan duluan kita jumpa di secret, Assalamualaikum” balas Budi sambil berlalu, akhirnya setelah melihat jadwal kuliahnya Hafez memtuskan untuk langsung menuju ke sekret.
“kalo kita kader dakwah, mencoba untuk turun ke komunitas laen boleh gak?” ternyata ada pesan baru di FB Hafez dari Annisa, di langsung membalasnya “boleh, malah itu yang kita harapkan, tapi ingat! Jangan sampai niat kita melenceng, niat mau mewarnai eh malah kita terwarnai” kemudian Hafez juga membalas beberapa komentar temen-temen di statusnya dan juga ia mengomentari beberapa status teman-teman yang lain.
“dek, bsok kita ada kajian. Adek bisa datang?” satu sms masuk ke Hp nya dari kak Vera, “insya Allah bisa kak” ia membalas sms tersebut. Sampai di kos dia liat jadwal, “hari ini kosong, bisa istirahat sebentar” gumannya sambil merebahkan diri di kasur, untuk sejenak ia larut dalam mimpi. Pukul empat sore Hafez dikejutkan dengan bunyi alaram Hp nya, kemudian ia bergegas Hafez dan salat asar dilanjutkan dengan tilawah sebentar dan melihat agenda untuk sore dan malam nanti sore ini ada liqo17 lalu ia bergegas mengemasi Al Quran saku dan buku agenda tarbiyahnya lalu bergegas keluar dari kamar, tak lupa ia berpesan pada Wendi “Wendi, ana sekarang mau liqo, siapnya mungkin magrib, kalo ada yang nyari kasih tau ana pulang malam ya?” pesan Hafez pada Wendi lalu ia bergegas menuju ke mesjid komplek tempat tinggalnya, sampai di sana ternyata belum ada orang, dia melanjutkan tilawahnya sebentar, ia untuk sementara hanyut dalam lautan cinta Ilahi.
“akh, ana gak sanggup, ana sudah ternodai” sebuah pesan pendek di FB nya ternyata masih dari akhwat yang kemarin. “emang kenapa Ukh18 apa maksud anti19 dengan ternodai.” Hafez membalas pesannya. Kemudian dia offline lagi, ia menuju kampus di jalan hp nya berbunyi melantunkan minus one Nur Syahadah, ternyata bang Asraf memannggilnya untuk ke tempat kerja “ok bang, sebentar lagi ana akan merapat” lalu ia bergegas menuju ke kios buku di kantin Biro kampusnya, “ada apa bang?” Tanya Hafez begitu sampai di sana “Antum20 bisa ke tempat akh Habibi, dia ngutang buku ma ana kemarin 800 ribu, katanya ia mau bayar hari ini” bang Asraf member tahu tujuan pemanggilannya, “Habibi Kedoteran?” Tanya Hafez, “iya, antum tau nomor Hp nya? Tanya bang Asraf meyakinkan, “ada bang” “kalo begitu antum telpon dia Tanya dia mau bayar kapan dan nanti uangnya kasih ma ana” “iya bang, ana masuk kuliah dulu bang ya Assalamualaikum” jawab Hafez sambil berlalu “oke, waalaikumsalam” jawab bang Asraf.
“Pagi ini kosong” guman Hafez “berarti bisa jaga kios ampe sore” tiba-tiba hp nya berbunyi mengalunkan irama Kasih Ibu dari Far East21 “Ass, bang pat jinoe?” sms dari akh Ijal, “di kantor dek, What ups?” kirim, “bisa desain spanduk?” balasan dari Ijal, “bisa!, bisa datang ke kantor” balas Hafez “ok tunggu ana di situ” balasan dari Ijal. Desain adalah pekerjaan yang dia gemari.
Bagaimanakah kabarmu wahai bidadariku? Dimanakah engkau berada? Adakah engkau dekat denganku” alam bawah sadar Hafez menggiringnya merajut asa cintanya yang sempat ‘tertunda’ karena pergulatan amanah dakwahnya selama ini. Astaghfirullah ana mengkhayal”, guman Hafez lantas ia bangun dan wudhu lantas ia hanyut dalam lantunan hafalan qurannya di sore hari.
“akh!!!! Ana gak kuat lagi, bantu ana, ana dijodohkan dengan keponakan ana sendiri, padahal ana ngak mau ma dia, dia orangnya kasar, tolong ana akh!” Hafez membaca pesan itu dengan wajah terkejut dan perasaan sedih. Ia bertekad akan menolong wanita ini, ia membalas pesan itu “ia baiklah, ana akan mencoba membantu ukhti untuk bangkit, sabar ya!” setalah membalas pesan itu ia mengupdate status setelah itu ia menuju kampus, di kampus dia sudah di tunggu oleh ikhwah22 panitia pelaksana kegiatan satu Muharram 1431 Hijriah, “Assalamualaikum!, afwan telat, sudah lama menunggu ya?” sapa Hafez “waalaikumsalam, ah ngak juga, ni kami juga baru nyampe” jawab Amri, “oke, kalo sudah hadir kita mulai saja syuranya, apa saja amanah yang belum kelar?” Tanya Fika sang Amir acara Festival satu Muharram, “izin bicara, untuk brosur dan spanduk sudah fiks, tinggal dicetak dan diperbanyak” Hafez memberi pendapat pada forum syuro.
Setelah syuro, Hafez ke kampus, hari ini ia ada jam kuliah Aplikasi Komputer, iseng-iseng ia buka FB, ada satu pesan masuk lagi, ternyata masih dari Annisa, “boleh minta nomor hp nya? Ana pengin curhat ma antum” Hafez langsung membalas “boleh, ni 08527770xxxx, smoga bisa membantu” sesaat setelah ia membalas pesan dosen mata kuliah Aplikom telah masuk dan Hafez pun larut dalam suasana pembelajaran. Setelah itu ia keluar menuju mesjid kampus untuk melaksanakan Salat Zuhur, setelah salat ia bertemu dengan ikhwan-ikhwan, ia ngobrol sebentar lalu pamit pulang, hp nya bergetar satu pesan masuk “assalamualaikum, akh ana butuh bantuan, ibu bilang kalo ngak mau ma ponakan maka ana harus dapat jdoh skrang jga. Dari Nissa” lalu ia membalas, “perbanyak berdoa ukh, smga Allah membantu, anti” kemudian Hafez mencoba merenungi, “kenapa dia begitu percaya sama ana? Padahal kenal juga belum, kok dia keliatannya akbrab ma ana? Jangan-jangan!!!!, astaghfirullah, ana ngak boleh berpikir seperti itu” batin Hafez berbicara.
Setelah salat Magrib dan tilawah, hpnya berbunyi, satu pesan dari Ukhti Annisa “Ass afwan mengganggu, ana ngak kuat, ibu bilang kalo ngak dpet minggu dpan, ana akan dinkahkan scara paksa” lalu ia membalas “apa yang bisa ana bantu?” ia mengirim sms balasannya. Setelah salat Isya berjamaah di mesjid ia menuju ke rumah Ustat Mahbub sang murabbinya23, ia ingin mengadu masalah yang sedang ia alami sekarang. “Assalamualaikum…” Hafez menekan bel rumah, sebuah rumah yang asri di komplek perumahan dosen kampusnya. “Waalaikumsalam, akh Hafez, masuk! Khaifahaluk24? Ustat Mahbub menyambut kedatangannya “Bilkhair25 Ustat!” jawab Hafez sambil tersenyum, “ada masalah apa ni?” Tanya ustat Mahbub sepertinya mengerti akan tujuan Hafez ke sini, “begini ustat, ana kemarin mengenal seorang akhwat, tapi ia sepertinya mengharapkan sesuatu dari ana, tapi ana belum bisa melakukan itu!” jawab Hafez agak grogi, lantas ustat Mahbub tersenyum mengerti akan persoalan yang ia hadapi, “oke, ana paham apa yang antum hadapi, lantas apa kendala dari antum?” Tanya ustat Mahbub, “masalahnya, pertama ana belum siap menikah, usaha penjualan buku ana masih ngadat, amanah dikampus masih banyak, dan juga ana belum begitu mengenalinya” jawab Hafez. “berarti secara naluri antum suka sama dia dan antum mau menikah dengannya?” Tanya ustat Mahbub. “oke, kalo memang masalah, usaha, antum tak perlu ragu dengan pertolongan Allah, masalah dikampus bisa kita bicarakan lagi, masalah perkenalan biar istri ana usahakan nanti” ustat Mahbub memberi tawaran jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi Hafez.
“Ukh, anti tinggal dimana? Bisa kirim alamat rumah anti?” Hafez mengirim sms kepada Annisa dengan perasaan yang campur aduk, antara senang, takut dan bahagia, sebuah pesan permintaan dari istri ustat Mahbub yang disampaikan tadi sore lewat ustat Mahbub waktu liqo. Tidak lama kemudian masuk sms “Jalan Mireuk Taman, No. 15, Tanjung Selamat Darussalam, ada apa akh?” sebuah sms jawaban yang di tunggu. Setelah membaca itu pikirannya melanglang buana ke masa lalu di mana ia pernah mencoba ‘menembak’ seorang cewek yang ditolak karena pemahaman agama yang sempurna, bagaimanakah kabar engkau wahai Cut Juraidah?” hatinya berguman. Setelah itu ia tertidur pulas, hingga alaram hpnya mengejutkannya, “ah pukul empat” lantas Hafez bergegas menuju ke sumur, ternyata di dalam telah ada Wendi, Doni yang sedang wudhu untuk salat malam juga, setelah menunggu mereka kini giliran Hafez, setelah ia salat qiyamullail26 ia lanjutkan dengan tilawah, pikirannya melayang memikirkan seperrti apa sosok Annisa, apakah dia layak untuknya, “astaghfirullah, ia berguman lirih, “bantulah hambaMu ini ya Rabb, ana tidak sanggup dan ana pun tidak mau jatuh, ia merenungi hingga menjelang subuh, ia berhenti dan salat sunat fajar. Kemudian Hafez beranjak menuju ke Mesjid komplek untuk salat subuh.
“Assalamualaikum. Akh nanti bisa ke rumah?” sebuah sms dari ustat Mahbub, lantas ia membalas sms tersebut “Waalaikumsalam, insya Allah ust” balasnya, sejam kemudian ia singgah ke rumah ustat Mahbub, “Assalamualaikum” ucap Hafez, “Waalaikumsalam, masuk akh!” Jawab istri ustat Mahbub, tunggu sebentar Abi lagi keluar tadi ada rapat pengurus mesjid jadi beliau ke sana dulu, sebentar ummi mau ke dalam dulu, Azzam  rewel” istri ustat Mahbub member penjelasan, “ngak apa-apa Ummi, ana tunggu di sini ja” jawab Hafez.
“Assalamualaikum, ehh akh Hafez, dah lama? Afwan27 tadi ada rapat di mesjid” sapa ustat Mahbub, “waalaikumsalam ustat, lumayan ustat, gak apa-apa” jawab Hafez, “ana ke dalam dulu” ustat Mahbub mohon izin sama Hafez, “oh ngak pa ustat silahkan” jawab Hafez. Lima belas menit kemudian ustat Mahbub telah kembali menemui Hafez, “begini akh, ana mau ngabarin, kemarin istri ana sudah ke tempat Ukhti Annisa, dan beliau sudah ngomong dengan ibunya Nissa dan sekarang kami mau mendengar keputusan dari antum sendiri” ustat Mahbub menjelaskan tujuan Hafez dipanggil. “jadi hasilnya orang tuanya akhirnnya menyerahkan semuanya pada Nissa, jadi untuk tahap awal ana mau Tanya kepada antum, apakah antum siap?” Tanya ustat Mahbub, mendengar kata “apakah antum siap?” tersebut bagai sebuah godam yang dihantam di otaknya.
Lantas Hafez berkata “izinkan ana istikharah dulu” Hafez mengatakan dengan perasaan yang bergetar hebat bagai gempa hebat. “orangnya salehah, baik, ramah, untuk sekilas menurut ummi dia cocok untukmu, tapi semuanya kami serahkan kepada antum” ummi menambahkan kata-kata ustat Mujab. Setelah ngobrol masalah itu dan dilanjutkan makan minum dan diselingi bahasan ringan Hafez mohon diri untuk pulang ke kost, di perjalanan pikirannya melayang menembus awan alam kesadaran, ia kembali teringat kisah cinta masa lalunya yang terpotong dengan Cut Juraidah. Lantas ia menampiknya sambil berguman “bagaimanakah kabarmu, apakah engkau sudah menemukan pangeranmu, di sini aku akan segera menemukan bidadariku”.
                                  
¦¦¦
Satu minggu kemudian…
Hafez menemui ustat Mahbub dan menyampaikan hasil istikharahnya, “untuk sementara hasilnya positif, kita bisa melanjutkan ke jenjang selanjutnya”, Hafez mengatakannya dengan hati bergetar antara bahagia dan was-was, setelah itu ummi menyerahkan dua lembar kertas kepadanya, yang satu berisi biodata sang bidadari dan selembar lagi merupakan foto sang bidadari, ia melihatnya dengan hati bergetar, keringat dingin membasahi dahi dan sekujur tubuhnya, setelah puas memandang dan membaca biodata singkat sang bidadari, ia mengatakan “ummi, ana yakin!” katanya ustat Mujab dan Ummi hanya tersenyum gembira, baiklah lusa kita akan ke rumahnya.
Sampai di kost, ia langsung masuk ke kamar, sambil rebahan, tidak lama kemudian pintu kamarnya diketuk “bang, assalamualaikum, boleh ana masuk?” ketukan dan suara itu membuyarkan lamunannya “eh waalaikumsalam, iya masuk ja, pintunya ngak dikunci” ucap Hafez, “ada apa akh?” Tanya Hafez pada Dodo, “eh… ada apa gerangan muka abang begitu cerah? Pasti lagi seneng ni” bukannya menjawab dodo malah membuat Hafez salah tingkah, “eeng, ngak da apa-apa” jawab Hafez gugup, “ya dah, aku Cuma mo minta izin minjam setrika” jawab Dodo sambil mengambil setrika di atas meja belajarnya. Dodo berlalu dengan senyuman penuh Tanya tapi Hafez tidak lagi melihat senyuman itu, ia telah larut dengan agan-agannya.
“saya terima nikah dan kawinnya Annisa Asyifa binti Mizwaruddin dengan mas kawin, seperangkat alat salat dan skripsi di bayar tunai” ucap Hafez lantang “saaa…” lantas ia terbangun, “ahhh… Cuma mimpi” guman Hafez, kemudian Hafez bangun dan beranjak ke kamar mHafez untuk wudhu dan salat tahajud dan berdoa serta tilawah malam itu ia berdoa untuk diteguhkan hatinya untuk tunduk dan ikhlas pada keputusan Allah. Serta tidak lupa memohon agar dimudahkan jalan untuk menuju jenjang pernikahan yang akan dia jelang.
Setelah itu ia mengabari keluarga besar di kampong, “Nak! Bagaimana dengan kuliahmu? Kalau memang sudah siap, Abi dan Ummi mendukung saja semua keputusanmu, toh kamu sudah dewasa, sudah saatnya engkau memiliki pendamping, tapi kami tidak bisa hadir pada pernikahanmu, kami hanya bisa mengirimi doa, semoga pilihanmu salehah, Ummi dan Abi ngak mengharapkan dia kaya harta tapi kami mengharapkan pilihanmu kaya hati” hanya itu yang bisa kami lakukan di sini, Abi, Ummi dan adik-adikmu mengucapkan semoga kamu bahagia dan dalam lindungan Allah swt.” Setelah mendengar pesan itu Hafez hanya bisa menangis sedih, di hari yang berbahagia ternyata keluarga besarnya di kampung tidak bisa hadir.

Pukul delapan tiga puluh Hafez sudah tiba di rumah ustat Mujab, “Assalamualaikum” Hafez menekan bel dan jawaban salam dari dalam rumah pun terdengar, “waalaikumsalam, wah! Pagi benar antum kemari, duh yang ngak sabaran lagi” goda ustat Mujab sambil tersenyum. Hafez hanya tersenyum malu, rona wajahnya berubah memerah. “tunggu sebentar ummi lagi nyiapin si Izuddin, antum dah siap?” goda utat Mujab, Hafez hanya tersenyum malu-malu mendengar pertanyaan dari ustat Mujab, “bi, kami dah siap!” ummi memberi tahu ustat Mujab, sejurus kemudian mereka sudah meluncur, hanya membutuhkan satu jam akhirnya mereka sampai di rumah calon mempelai, melihat rumah yang dituju, Hafez sempat berguman, “ustat, apakah ana pantas untuk dia?” Hafez menyatakan keraguan hatinya melihat kediaman Annisa yang begitu ‘wah’ laksana istana di dunia kayangan, “akh! Allah ngak melihat kuantitas harta kita, tapi Allah melihat kualitas iman kita” ustat Mahbub meyakinkan Hafez yang sempat ragu, “iya ustat, ana Cuma tidak menduga ternyata kediamannya seperti ini” Hafez meyakinkan dirinya.
Kemudian ia menyampaikan bahwa keluarganya tidak bisa hadir, mereka hanya bisa mengirimi doa, berhubungan ada kerja di kampong. Selanjutnya keluarga besar Bapak Lutfi Al Fatih, menerima kedatangan mereka dengan senang hati dan terlihat telah dipersiapkan dengan matang, “hanya berempat?” pak Lutfi menanyakan kepada ustat Mahbub yang di temani oleh istrinya, “iya, keluarga besar Hafez di kampong, jadi kamilah perwakilannya di sini. Setelah itu mereka kelihatan saling mengakbrabi, “bagaimana kabar studi nak Hafez?” pak Lutfi bertanya sama Hafez “Alhamdulillah sehat pak, berhubungan di kampong sedang panen, untuk itu kami mewakili dari keluarganya.
Setelah menyampaikan niat dan hajatan mereka dan mendengar langsung keputusan dari Annisa “kalau memang sudah Allah pertemukan kita maka ana menerima niat hajatan ini, dari ana pribadi tidak masalah”. Mendapat jawaban seperti itu Hafez merinding bahagia, suasana hatinya sungguh bahagia. Setelah itu, mereka terlihat akrab kembali sambil mencicipi hidangan alakadar tuan rumah.
Dari situ ditetapkan ijab qabul ditetapkan dua minggu dari sekarang dan Walimatul Ursy akan dilaksanakan di rumah mempelai wanita satu bulan dari sekarang, berarti yang berselang satu minggu setelah ijab qabul. Setelah itu, ustat Mahbub mohon izin untuk pulang. Setelah dari itu Hafez kembali ke kosannya, di sana ia masih menyimpan rahasia itu pada teman-temannya di kos, “biar nanti saat ijab qabul mereka ku beritahu” guman hatinya, “Assalamualaikum!” ucap Hafez sambil masuk ke kos terus masuk ke dalam kamarnya, “dari mana bang?” tadi ada yang nyari, katanya abang di tunggu di gang Walet” Wendi memberi tahu Hafez, “kapan mereka kemari?” Tanya Hafez heran, setahunya gang itu sunyi, dan didiami oleh orang-orang yang ‘gak jelas’ “Wen, Cuma itu pesan mereka?” Tanya Hafez penasaran “iya bang, mereka ngak ngomong apa-apa lagi, oh ya, mereka tunggu abang, pukul delapan malam” ucap Wendi sambil berlalu dari hadapannya.
Setelah tadarus Al Quran dan wirit zikir Al Ma’tsurat di mesjid Hafez langsung bergegas menuju ke gang Walet, dalam hati Hafez terus berzikir kepada Allah mohon pertolongan padaNya atas kemungkinan yang akan terjadi nanti. “heh! Datang juga lo akhirnya, gue kira ngak bakal datang, jentel juga lo!” terdengar suara dari arah kegelapan sosoknya tak begitu jelas karna ditutup temaram lampu. “maaf ada apa anda memanggil saya untuk datang kemari?” Hafez bertanya pada sosok itu, “tenang, jangan tergesa-gesa, gue Cuma mau nanyak ma lo, ngapain lo lamar Annisa?, Annisa itu puny ague, bokapnya punya janji ma bokap gue, kami dijodohin” suara lelaki itu sepertinya memendam amarah, sekarang Hafez tahu permasalahannya Cuma hanya karena cetek begituan.
“maaf saya ngak paham maksud anda saya hanya mencoba melakukan yang di sunat agama, saya sudah memastikan padanya bahwa Nissa belum ada yang lamar, jadi saya melamarnya, kalo memang anda suka ma Annisa kenapa ngak sekarang ja anda lamar dia, jadi kita tidak saling merebut seorang wanita suci seperti Nissa” jawab Hafez. “ah lo banyak bacot, gue gampar nanti, awas lo” Hafez melihat beberapa orang mulai mendekatinya dan ia melihat di tangan mereka memengang kayu balok, hati Hafez mulai gelisah “Allah bantu hambaMu ini” hati Hafez berdoa memohon bantuan pada Allah. “Berhenttttiiiii…..!!!” satu suara mengangetkan mereka “kalian telah di kepung!” ternyata Polisi sudah berada di belakang Hafez.
“Tangkap mereka! Terlihat beberapa orang Polisi mulai meringkus orang-orang yang tadi hendak menyerangnya, Polisi itu juga menggeledah rumah-rumah mereka, di situ ditemukan beberapa botol minuman keras, ganja dan juga beberapa keping VCD porno, ternyata kalian pemabuk dan juga penadah ganja di kalangan mahasiswa!” Komandan Polisi itu terlihat membawa beberapa bungkusan besar dan beberapa keping VCD. “eeh kalian, Wendi, Dodo, akh Budy” kapan kalian kemari? Tanya Hafez pada Wendy dan Dodo heran, “tadi waktu abang Budy nanyakin abang, beliau bilang tempat ini ngak baik, jadi kami punya felling ngak baik, makanya kami susulin abang kemari, ” Wendi member tahu, “trus Polisi ini?” Tanya Hafez heran, “mereka bang Budy yang hubungin” jawab Dodo, “terima kasih, saudara telah membantu kami dalam memberantas peredaran ganja dan VCS prno dilingkungan mahasiswa” Komandan Polisi itu menjabat tangan kami satu-satu, “kalian ikut kami ke kantor Polisi sebentar sebagai saksi” Komandannya memberitahu kami, “Akh! Tumben antum jenius kali ini? Hehehe” canda Hafez pada Budy, “yeee, emang ana tulalit beneran apa!” jawab Budy membalas guyonan Hafez.
          ¦¦¦

Bapak Mizwaruddi hanya tersenyum sambil mengangguk. Langsung saja Bapak itu memelukku. Erat sekali. Bagaikan seorang Bapak yang memeluk anaknya. Sungguh aku menemukan kegembiraan yang mendalam dalam hati Bapak Mizwaruddin hanya tersenyum. Subhanallah, sungguh aku benar-benar beruntung. Aku mendapatkan seorang Bapak yang begitu sangat berkharisma. Wajahnya begitu cerah,tatapan matanya tajam tapi begitu mempesona, di keningnya terlihat sekali. Kehitamhitaman,
bekas sujud yang membekas. Sungguh aku sangat beruntung sekali. Allahu Akbar.
“Assalamalaikum, Bapak!” ucap Hafez. “Walaikumsalam, anakku!” jawab Pak Mizwaruddin. “Antum tidak usah formal-formal begitu anakku. Biasa aja!” lanjut Bapak Mizwaruddin. “Bagaimana, saudaraku?” tanya Ustat Mahbub. yang aku tidak mengerti maksudnya. “Bagaimana apanya, saudaraku? Ana rasa semua sudah jelas! “Ana menyerahkan semua kepada antum, saudaraku!” Jawab Ustat Mahbub. “Baik kalau begitu! Sekarang kita langsung menikahkan mereka berdua. Pendapat antum
bagaimana Hafez?” tanya Bapak Mizwaruddin.
“Apa semua sudah dipersiapkan Pak?” Tanya Hafez bingung. Bapak Mizwaruddin tersenyum. “Anakku, semua sudah dipersiapkan! Antum tidak usah repot-repot mempersiapkan apapun! Bagaimana antum siap, menikah sekarang? Untuk masalah walimatul bisa bulan besok!” Aku hanya menunduk dan tersenyum. Senyum yang aku paksakan. Senyum yang kebingungan. Tidak seperti pernikahan yang biasa dilakukan didesaku. Sungguh baru kali ini aku mengetahui kemudahan pernikahan. Yang sangat mudah.
“Annisa Assyifa, Anakku.” Panggil Bapak Mizwaruddin.  “Iya, Abi!” jawabnya
Subhanallah suaranya masih sangat merdu. Sungguh menggetarkan jantung ini. mana
mungkin aku tidak menerima seorang bidadari yang satu ini.“Bagaimana? Sudah siap!” tanya Bapak Mizwaruddin. “Sudah, Abi! Ana sudah siap.” Jawabnya. “Assalamualaikum! Maaf saya terlambat!” ucap seseorang yang berseragam. “Walaikumsalam! Anda datang pada waktu yang tepat.” Ucap Bapak Mizwaruddin. “Hafez, ini
adalah petugas dari KUA. Yang akan mengurus pernikahan kalian sekarang juga termasuk sekaligus dari penghulu kalian!” jelas Bapak Mizwaruddin. “Baik. Kalau semua sudah siap!” ucap penghulu itu. “saya harap untuk pengantin wanita dan prianya duduk didepan saya. Untuk saksi dari laki-laki, silakan duduk disebelah kiri saya. Dan untuk wali dari perempuan, silakan duduk disebelah kanan saya.” Masya Allah. Jantungku berdetak kencang. Tidak pernah aku duduk bersebelahan persis seperti ini, dengan seorang akhwat. Apalagi dengan seorang akhwat yang aku kagumi. Semua ini terasa mimpi. Mimpi yang benar-benar terjadi. Farah Annisa Assyifani akan menjadi pendamping hidupku. “Baik, tirukan kata-kata saya!” ucap penghulu itu. “Dengan ini, saya Hafez Nur Hidayat, menikahi Farah Annisa Assyifani binti Mizwaruddin dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan buku skripsi.”
Sambil bersalaman dengan Bapak Mizwaruddin. Aku melafalkan ucapan sakral itu. “Dengan ini, saya Hafez Nur Hidayat, menikahi Annisa Assyifani binti Mizwaruddin….” Entah kenapa mulutku kaku. Aku gugup. “Baik kita ulangi sekali lagi.” Ucap Penghulu itu. “Dengan ini, saya Hafez Nur Hidayat, menikahi Annisa Assyifani binti Mizwaruddin dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan buku skripsi.” “Dengan ini, saya Hafez Nur Hidayat, menikahi Annisa Assyifani binti Mizwaruddin dengan mas kawin….” Aku benar-benar gugup. Aku tidak dapat melafalkannya dengan lancar. Suasana menjadi agak hening. Serasa aku benar-benar menjadi orang yang tidak dapat melakukan sesuatu yang mudah. Sungguh aku sangat gugup sekali. “Hem…! Alhamdulillah” sela Ustat Mahbub. Mengagetkan. “Alhamdulillah, dengan begini kita tahu. Bahwa Hafez memang belum pernah menikah!”
Semua yang ada diruangan ini tertawa. Aku malu sekali. “Hafez, tenanglah. Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu!” ucap Bapak Mizwaruddin. Dengan kekharismatikannya. “Bagaimana? Mau diulang?” ucap penghulu itu. Aku hanya mengangguk. “Bismillah” ucapku lirih. “Baik, kita ulang.” Ucap Penghulu itu lagi. “Dengan ini, saya Hafez Nur Hidayat, menikahi Annisa Assyifani binti Mizwaruddin dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan buku skripsi.” “Dengan ini, saya Hafez Nur Hidayat, menikahi Annisa Assyifani binti Mizwaruddin dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan buku skripsi.” Ucapku lancar. Alhamdulillah.
Selanjutnya Penghulu itu mempersilahkan Bapak Mizwaruddin untuk mengikuti kata-katanya. “Untuk wali pengantin wanita, tolong tirukan saya. Saya terima nikahnya anak saya yang bernama Annisa Assyifani dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan buku skripsi.” Seketika itu pandangan Bapak Mizwaruddin kepadaku terlihat sangat serius. Bapak Mizwaruddin memegang tanganku erat. Seraya mengatakan Aku serahkan anakku, untuk berjuang bersamamu. Jagalah ia, jangan kau sakiti dia. “Saya resmikan pernikahan pasangan pengantin ini.” Ya Allah, ucapan penghulu benar-benar membuatku melambung. Aku kini sudah mempunyai seorang istri. Seorang yang akan menemaniku sepanjang waktu. Setiap saat akan ada yang membelaiku. Menjadikan aku raja. Dan aku akan menjadikan dia ratu. Ya Allah sungguh kenikmatan yang begitu indah.
Tetes air mata mengalir lirih dalam pelupukku. Keindahan ini harus aku lewati tanpa disaksikan oleh kedua orang tuaku. Kebahagianku, adalah kebahagiaan kedua Bapak dan Ibuku. Kini aku berbahagia, tanpa disaksikan oleh kebahagianku. Bapak dan Ibu. “Anakku, sekarang engkau resmi menjadi suami dari anakku. Apakah yang engkau risaukan sekarang!” tanya Bapak Mizwaruddin kepadaku. “Pak, sungguh ana sangat berbahagia sekali menikahi seorang bidadari. Tidak pernah terlintas sedikitpun rasa kecewa. Tetapi Bapak, sayangnya kebahagiaan ana tidak dapat dirasakan oleh kedua orang tua ana yang berada didesa.”
“Anakku, janganlah kamu memanggilku dengan sebutan Ustad! Aku lebih senang jika engkau memanggil Abi! Anakku, kebahagian anak adalah kebahagian orang tua. Abi yakin, orang tua antum disana sangat berbahagia. Meskipun tidak menyaksikan kebahagiaanmu, tapi Abi yakin. Mereka sekarang juga merasakan kebahagiaan itu.” Jelas Bapak Mizwaruddin. Ya memang benar apa yang dikatakan Bapak Mizwaruddin.
          ¦¦¦



“Akhi!” panggil Nissa istriku dengan lembut. Entah bulukkudukku merinding. Bagaikan bertemu dengan hantu. Tetapi hantu yang sangat cantik. “Iya Istriku!” jawabku. “Apa boleh, ana memanggil antum Kanda!” ucap Nissa Istriku, dengan terlihat malu-malu. “Tafadhol! Anti mau panggil ana apa aja. Ana senang kok. Selama yang memanggil adalah anti!” rayuku. Nissa terlihat sangat malu. Pipinya memerah, dari warna putih kulitnya. Sungguh mempesona. Entah apa yang harus aku lakukan. Kami hanya duduk berdua. Disebuah kamar besar berinterior mewah.
“Dinda! Apakah anti senang menikah dengan ana?” entahlah aku merasa sangat bodoh didekatnya. Sebuah pertanyaan yang tidak layak untuk dijawab pikirku sendiri.
Farah hanya tersenyum. Lalu memegang tanganku. Diciumlah tangan kananku, lalu disentuhkan dipipinya dan dibelai-belaikan sendiri. Sungguh jawaban yang efektif. Tidak menggunakan suara. Tetapi langsung pada tindakan. “Dinda. Ana mau tanya!” kataku. Membuka pembicaraan yang monoton. “Apa itu, Kanda?” “Dinda. Ana bingung dengan pernikahan kita? Sangat cepat. Ana kaget!” ucapku bingung.
Nissa tersenyum. “Kanda, mungkin antum ingat bahwa menyegerakan pernikahan itu adalah hal yang terbaik. Tetapi memang bukan terburu-buru. Apakah antum ingat. Bahwa dalam hadist. Rasulullah bersabda. “Jika datang kepada kalian orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika kalian tidak melakukannya, maka akan menjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” Ana dan Ustat Mahbub, meyakinkan Abi. Bahwa antum adalah seorang yang benar-benar dapat dipercaya. Dan sesungguhnya ana sudah lama mencintai antum. Tapi ana ingin menutupi semuanya. Ana malu terhadap Allah. Karena ana mencintai ikhwan yang seharusnya tidak berada di hati ana. Tetapi kini kanda sudah menjadi suami ana” jelas Farah sambil menyandarkan kepalanya didadaku.
Jantungku, tetap berdetak tidak beraturan. Keringat dingin terus mengalir, meskipun didalam kamar ini air conditioner kurasakan sangat dingin. “Dinda ana juga sangat mencintai antum. Alhamdulillah, Allah benar-benar mengabulkan doa ana untuk memiliki salah satu bidadari-Nya.” Kataku dengan membelai kepala istriku yang masih terbalut jilbabnya. “Kanda, ana sangat mencintai antum” ucap Farah dengan manja. “Ana juga mencinta anti, sayang!” Entah rasa berani dari mana yang aku dapatkan. Seketika itu, aku langsung memeluk tubuh Istriku. Farah. Dan seketika itu, Istriku mematikan lampu kamar. 
          ¦¦¦

Aku terbangun dari tidurku. Saat aku merasakan belaian lembut diwajahku. “Kanda. Bangun!” ucapnya lembut dan lirih. Aku membuka mata dengan senyuman. Seketika itu, aku merasakan ciuman hangat dikeningku. Aku masih tersenyum. Dan menikmati kemesraan belaian istriku. “Kanda, sayang. Bangun. Sudah Shubuh! Kanda mHafez dulu ya!” Ucapnya lembut. Ucapannya begitu mesra. Aku tidak tahan untuk berlama-lama dalam buaian mimpi yang tidak pasti. Aku harus bangun. Aku harus merasakan seluruh kemesraan yang diberikan istriku kepadaku. Aku benar-benar menikmatinya. “Hafez, ya sayang! Kalau Hafez berdua, gimana?” godaku. “Ih, sudah berani nakal ya sekarang!” ucap istriku. Sambil mencubit hidungku. Lalu  menarikku dari kasur.
Sholat shubuh aku jalani dimasjid kompleks perumahan elit itu. Dengan berjalan kaki berempat, bersama keluarga baruku. Abi, Umi, Istriku. Ada kesan yang mendalam saat kami berjalan bersama. Meskipun dinginnya pagi menusuk kulit. Tetapi aku merasakan kehangatan yang luar biasa berjalan dengan keluarga ini. Sangat menentramkan hati. Masjid kompleks perumahan elit itu, begitu asri. Interiornya  emang
terlihat sangat bagus. Mengesankan sekali. Hanya sayang. Jamaah sholat shubuhnya  isa
dihitung dengan jari. Seperti biasa. Ada sebuah ungkapan yang terpatri dibenakku. Ketakutan-ketakutan besar orang-orang Yahudi adalah. Manakalah mereka melihat penuhnya jamaah pada setiap masjid. Pada waktu sholat shubuh.
          ¦¦¦







Keterangan:
1.      Mak Cek                     = Adik Ibu
2.      VMJ                                     = Virus Merah Jambu
3.      MPK                           = Majelis Permusyawaratan Kelas
4.      KKIA                          = Komite Kemanusiaan Indonesia untuk Aceh
5.      NGO                           = Non Government Organitation
6.      ROHIS                        = Rohani Islam
7.       Ikhwan                                    = Saudara Laki-laki
8.       Akhwat                       = Saudara Perempuan
9.       Makna Syahadah        = Materi awal Tarbiyah Dakwah
10.   Antum                         = Kamu laki-laki
11.   Mutanabbi                   = Anak didik
12.   Akh                             = Saudaraku laki-laki
13.   Syuro                           = Rapat
14.   LDK                            = Lembaga Dakwah Kampus
15.   Afwan                         = Maaf
16.    Ana                            = Saya
17.   Liqo                             = Pengajian tarbiyah
18.   Ukh                             = Saudara perempuan
19.   Anti                             = Kamu perempuan
20.   Antum                         = Kamu laki-laki
21.   Far East                       = Kelompok Nasyid Malaysia
22.   Ikhwah                                    = Saudara Jamak
23.   Murabbi                       = Guru
24.   Khaifahaluk                = Apakabar
25.   



Biodata Penulis

Nama Pena      : Habiburrahim El Jaky

Nama               : Muzakkir

Alamat            : Jl. Mireuk Taman, No 15 Tanjung Selamat, Darussalam, Kabupaten
                         Aceh Besar

No Telp           : 085277709949
                          081919722280

Agama             : Islam

sJenis Kelamin : Laki – laki

Motto              : Ana yang hari ini bukanlah ana yang kemarin, ana yang esok bukanlah
  ana yang hari ini.

Email               : muzakkir.indones@ymail.com, seulanga.09@gmail.com,
  muzakkir.indones@hotmail.com

Tokoh Idola    : Muhammad Saw, Hasan Al Banna,Izzuddin Al Qassam

Pengalaman Org
- Ketua Bidang Pendidikan Politik  OSIM MTsS Nurul Falah Meulaboh 2001 - 2002
- Ketua Bidang Ketaqwaan dan Keagamaan OSIS SMAN 1 Jeuram 2004-2005
- Ketua Bidang KESMA GEMASASTRIN USK 2007
- Anggota Depkominfo PEMA USK 2007
- Ketua Biro DANUS LDK AL MUDARRIS 2008-2009
- Sekum IPPELMANGAN 2008-2010
- Anggota Bidang Syiar LDK FOSMA USK 2009-2010
- Anggota Bidang Infokom IPPELMASRA 2008-2010

0 comments:

Post a Comment

Komentar anda