Thursday, July 25, 2013

Kisah Tentang Luka

Menghadapi orang sulit selalu merupakan masalah
Terutama jika orang sulit itu adalah diri kita sendiri
Jika kita merasa bahwa semua orang memiliki masalah dengan kita
Tidakkah engkau curiga bahwa kita inilah masalahnya

Disaat lain orang-orang yang terluka menjadi para pengeluh yang fasih dan penuh penjiwaan. Dalam dekapan ukhuwah, orang mukmin mengeluh hanya kepada Allah. Mereka bagai Ya’qub yang dalam surat Yusuf ayat ke 86 berkata: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadu kesusahan dan kesedihan dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahui.”
Adapun orang-orang yang terluka, suka mengeluh pada manusia. Padahal sembarang mengeluh itu berbahaya. Seperti kisah tentang seorang ibu yang baik dikeluarga penjahit.
Suatu hari dia berbelanja ke pssar kota dan dibelikannya celana panjang untuk anak lelakinya yang tercinta. Seusai berbelanja ia pun bergegas pulang. Sang anak sangat senang dengan suka cita mencoba celana itu, sementara sang ibu pergi ke dapur untuk membereskan belanjaan dan mempersiapkan makan malam. Tak berapa lama, terdengar teriakan keras.
“Ibu ini bagaimana sih? Masak beliin aku celana kepanjangan begini! Kan jelek kelihatannya.”

“ooh.... Tapi lingkar pinggangnya gimana, kebesaran gak?”
“Ya enggak. Tapi kalau kepanjangan gini aku gak mau pake!”

“Berapa centi lebihnya?”
“Sepuluh centi!”

Remaja tanggung belasan itu sepertinya pergi keluar. Pintu depan terdengar dibanting. Sang Ibu geleng-geleng kepala. Tak ingin mendengar omelan putranya lagi, ia bergegas pergi keruangan kerja suaminya yang seorang penjahit. Diambilnya gunting. Lalu kres, kres, kres dipotongnya ujung bawah celana itu sesuai dengan ukuran yang telah disebutkan anaknya lalu dengan jarum dan benang celana bahan berwarna hitam itu dijahitnya kembali “Beres” katanya sambil tersenyum.

Si anak pergi ke halaman samping. Di sana ada kakak perempuannya yang sedang merawat bunga koleksinya. “Kok cemberut?” tanya sang kakak sambil tersenyum. “kenapa?”
“Ibu tuh mbak, masak beliin celana gak ngerti ukuranku. Kepanjangan sepuluh centi. Jelek dilihatnya!”
“Oh gitu aja ngambek. Perbaiki sendiri kan bisa. Sana gih dari pada gak jelas gitu”
“Males ah, mau main bola dulu ke lapangan”.
Si adik kini sudah duduk di jok sepeda motor bebeknya, dicarinya kunci kontak. Tidak ada, kuncinya pasti dibawa kakak laki-lakinya. Ditemuinya kakak lelakinya di kamar. “Pinjem motor dong!”
“Mau kemana?” tanya si kakak sambil mengucek mata.
“Main bola!”
“Jiah... tumben anak cemen mau main bola!”
“Yah... dari pada dirumah suntuk gara-gara dibeliin celana kepanjangan sepuluh centi!”
Kakaknya tertawa. “Siapa yang beliin?”
“Ibu”
“Ya udah buat aku aja kalo kepanjangan.”
“Enak aja, kan bisa dibenerin. Lagian lingkar pinggang pas kok”
“Tuh kuncinya di atas meja”
“Ok deh”
Si kakak menggeliat lalu bangun dari pembaringannya. Tidur siang yang cukup. Agak sempoyongan dia bangun dan menuju kamar mandi. Sempat mampir ruang makan dan menyambar pisang goreng, dia melirik sekilas keruangan kerja ayahnya yang terbuka. “Oh itu celana yang kepanjangan” gumannya. Dengan gontai dia menuju kearah celana itu. Sambil sesekali masih menguap dan matanya terasa berat, diambilnya gunting dan kres...kres..kres. dipotongnya celana itu sepuluh centi. Dijahit ulang ujungnya dan beres. Sang kakak pergi mandi.
Si adik baru akan menyalakan motor ketika sang ayah mencul dari pintu pagar. Agaknya pulang dari rumah tetangga.
“Mau ke mana?”         
“Main bola pak!”
“Eh, sebentar. Bapak mau pake motornya dulu. Mau beli kancing hias untuk baju pesanan seragam TK.”
“Wah, nanti ketinggalan dong sepakbolanya.”
“Ya sudah sana. Tapi jangan lama-lama”
“Wah gak bisa Pak. Untuk menghilangkan suntuk gini harus lama main bolanya. Sampai capek.”
“Suntuk kenapa?”
“Ibu tuh. Masak beliin celana ukurannya kepanjangan sepuluh senti. Kan gak enak banget pakenya!”
“Nanti Bapak betulin.”
“Nah. Itu baru bagus”
“Berangkat dulu Pak.”
“Ya, hati-hati”
Si Bapak masuk ke ruangan kerjanya. Dilihat celana baru yang teronggok di situ. “Oh celana  barunya model selutut.” Maka kres...kres...kres. Celana itu dipotong lagi, dan dijahit kembali. Ketika menjelang Magrib, ketika si anak pulang terdengar suara teriakan membahana “Aaaa..... celana panjang kok tinggal selutut!”

Dalam dekapan ukhuwah mari sembuhkan luka-luka kita. Apalagi jika kita merasa terluka oleh orang-orang saleh dan insan beriman. Waspadalah. Karena luka itu bisa memicuk kebenciankita kepada iman dan kesalehan. Seperti yang terjadi pada Abdullah ibn Ubay dan orang-orang munafik. Maka jangan pernah lupakan doa yang diajarkan Allah kepada kita, Dan janglah Engkau jadikan ada rasa ghill dihati kami kepada orang-orang beriman, wahai Rabb kami. Sesungguhnya Engkau Maha lembut lagi Maha Penyayang.
Dalam dekapan ukhuwah hindarkan diri dari kepengecutan dan mengeluhlah hanya kepada yang mampu memberikan penyelesaian. Katakan saja, “Ya Allah aku punya masah besar/ “Dan sebagai variasi yang manis terkadang ucapkan juga. “Hai masalah, aku punya Allah yang Maha Besar”.


Sumber: Dalam Dekapan Ukhuwah.  

0 comments:

Post a Comment

Komentar anda