Menghadapi orang sulit selalu merupakan
masalah
Terutama jika orang sulit itu adalah diri
kita sendiri
Jika kita merasa bahwa semua orang
memiliki masalah dengan kita
Tidakkah engkau curiga bahwa kita inilah
masalahnya
Disaat
lain orang-orang yang terluka menjadi para pengeluh yang fasih dan penuh
penjiwaan. Dalam dekapan ukhuwah, orang mukmin mengeluh hanya kepada Allah.
Mereka bagai Ya’qub yang dalam surat Yusuf ayat ke 86 berkata: “Sesungguhnya
hanyalah kepada Allah aku mengadu kesusahan dan kesedihan dan aku mengetahui
dari Allah apa yang kamu tiada mengetahui.”
Adapun
orang-orang yang terluka, suka mengeluh pada manusia. Padahal sembarang
mengeluh itu berbahaya. Seperti kisah tentang seorang ibu yang baik dikeluarga
penjahit.
Suatu
hari dia berbelanja ke pssar kota dan dibelikannya celana panjang untuk anak
lelakinya yang tercinta. Seusai berbelanja ia pun bergegas pulang. Sang anak
sangat senang dengan suka cita mencoba celana itu, sementara sang ibu pergi ke
dapur untuk membereskan belanjaan dan mempersiapkan makan malam. Tak berapa
lama, terdengar teriakan keras.
“Ibu ini
bagaimana sih? Masak beliin aku celana kepanjangan begini! Kan jelek
kelihatannya.”
“ooh....
Tapi lingkar pinggangnya gimana, kebesaran gak?”
“Ya
enggak. Tapi kalau kepanjangan gini aku gak mau pake!”
“Berapa
centi lebihnya?”
“Sepuluh
centi!”
Remaja
tanggung belasan itu sepertinya pergi keluar. Pintu depan terdengar dibanting.
Sang Ibu geleng-geleng kepala. Tak ingin mendengar omelan putranya lagi, ia
bergegas pergi keruangan kerja suaminya yang seorang penjahit. Diambilnya
gunting. Lalu kres, kres, kres dipotongnya ujung bawah celana itu sesuai dengan
ukuran yang telah disebutkan anaknya lalu dengan jarum dan benang celana bahan
berwarna hitam itu dijahitnya kembali “Beres” katanya sambil tersenyum.
Si anak
pergi ke halaman samping. Di sana ada kakak perempuannya yang sedang merawat
bunga koleksinya. “Kok cemberut?” tanya sang kakak sambil tersenyum. “kenapa?”
“Ibu tuh
mbak, masak beliin celana gak ngerti ukuranku. Kepanjangan sepuluh centi. Jelek
dilihatnya!”
“Oh gitu
aja ngambek. Perbaiki sendiri kan bisa. Sana gih dari pada gak jelas gitu”
“Males
ah, mau main bola dulu ke lapangan”.
Si adik kini
sudah duduk di jok sepeda motor bebeknya, dicarinya kunci kontak. Tidak ada,
kuncinya pasti dibawa kakak laki-lakinya. Ditemuinya kakak lelakinya di kamar.
“Pinjem motor dong!”
“Mau
kemana?” tanya si kakak sambil mengucek mata.
“Main
bola!”
“Jiah...
tumben anak cemen mau main bola!”
“Yah...
dari pada dirumah suntuk gara-gara dibeliin celana kepanjangan sepuluh centi!”
Kakaknya
tertawa. “Siapa yang beliin?”
“Ibu”
“Ya udah
buat aku aja kalo kepanjangan.”
“Enak
aja, kan bisa dibenerin. Lagian lingkar pinggang pas kok”
“Tuh
kuncinya di atas meja”
“Ok deh”
Si kakak
menggeliat lalu bangun dari pembaringannya. Tidur siang yang cukup. Agak
sempoyongan dia bangun dan menuju kamar mandi. Sempat mampir ruang makan dan
menyambar pisang goreng, dia melirik sekilas keruangan kerja ayahnya yang
terbuka. “Oh itu celana yang kepanjangan” gumannya. Dengan gontai dia menuju
kearah celana itu. Sambil sesekali masih menguap dan matanya terasa berat,
diambilnya gunting dan kres...kres..kres. dipotongnya celana itu sepuluh centi.
Dijahit ulang ujungnya dan beres. Sang kakak pergi mandi.
Si adik
baru akan menyalakan motor ketika sang ayah mencul dari pintu pagar. Agaknya
pulang dari rumah tetangga.
“Mau ke
mana?”
“Main
bola pak!”
“Eh,
sebentar. Bapak mau pake motornya dulu. Mau beli kancing hias untuk baju
pesanan seragam TK.”
“Wah,
nanti ketinggalan dong sepakbolanya.”
“Ya sudah
sana. Tapi jangan lama-lama”
“Wah gak
bisa Pak. Untuk menghilangkan suntuk gini harus lama main bolanya. Sampai
capek.”
“Suntuk
kenapa?”
“Ibu tuh.
Masak beliin celana ukurannya kepanjangan sepuluh senti. Kan gak enak banget
pakenya!”
“Nanti
Bapak betulin.”
“Nah. Itu
baru bagus”
“Berangkat
dulu Pak.”
“Ya,
hati-hati”
Si Bapak
masuk ke ruangan kerjanya. Dilihat celana baru yang teronggok di situ. “Oh
celana barunya model selutut.” Maka
kres...kres...kres. Celana itu dipotong lagi, dan dijahit kembali. Ketika
menjelang Magrib, ketika si anak pulang terdengar suara teriakan membahana
“Aaaa..... celana panjang kok tinggal selutut!”
Dalam
dekapan ukhuwah mari sembuhkan luka-luka kita. Apalagi jika kita merasa terluka
oleh orang-orang saleh dan insan beriman. Waspadalah. Karena luka itu bisa
memicuk kebenciankita kepada iman dan kesalehan. Seperti yang terjadi pada
Abdullah ibn Ubay dan orang-orang munafik. Maka jangan pernah lupakan doa yang
diajarkan Allah kepada kita, “Dan janglah Engkau jadikan ada rasa ghill
dihati kami kepada orang-orang beriman, wahai Rabb kami. Sesungguhnya Engkau
Maha lembut lagi Maha Penyayang.”
Dalam
dekapan ukhuwah hindarkan diri dari kepengecutan dan mengeluhlah hanya kepada
yang mampu memberikan penyelesaian. Katakan saja, “Ya Allah aku punya masah
besar/ “Dan sebagai variasi yang manis terkadang ucapkan juga. “Hai masalah,
aku punya Allah yang Maha Besar”.
Sumber:
Dalam Dekapan Ukhuwah.
0 comments:
Post a Comment