"..Ya Tuhan kami, anugerahkanlah
kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami),
dan jadikanlah kami imam bagi orangorang yang bertakwa" QS. Al-Furqaan
(25) : 74.
"Mas, tolong embernya"
"Panci besarnya juga ..."
"Bawain kain pel sekalian mas..."
Teriak istriku dari ruang tengah. Hujan ditengah malam ini membuat kami jadi
kalang kabut, pas enak-enak tidur, eh ternyata bocor dimana-mana, yang paling
menjengkelkan bocornya tepat diatas tempat tidur, kasur pada basah semua,
jadinya tidurpun terasa nggak nyaman. Yah beginilah keadaan kontrakan kami,
rumah sederhana yang baru kami kontrak. Keadaanya cukup memprihatinkan juga
sebenarnya, tapi apa daya, hanya ini yang bisa kuusahakan, gajiku sebagai
pekerja serabutan membuatku untuk hidup sehemat mungkin.
Selama empat bulan pernikahan kami,
Alhamdulillah telah membuatku benar-benar merasakan kebahagiaan. Aku
benar-benar terprovokasi oleh buku "Kupinang kau dengan hamdallah"
buku pertama dari trilogi karya Fauzil Adhim yang direferensikan temenku.
Pokoknya setelah baca buku itu, rasanya pengen banget nikah, abis isinya
tentang indahnya pernikahan, bayangin aja, bercumbu, bermesraan kayak meremas
tangan istri adalah berpahala, merontokkah dosa-dosa, gimana gak kepengin, dan banyak
hal lainnya, padahal waktu itu bisa dikatakan aku masih belum siap lahir batin,
harta cuman sekedarnya, kesiapan batin juga perlu dipertanyakan, pokoknya aku
ingin nikah secepatnya, menyempurnakan agama, mencari teman sejati buat
menemani perjuangan suci, cieeee.
Alhamdulillah doaku terkabul, Istriku anisa
adalah istri yang baik, kesederhanaanya, kesabarannya membuatku kagum, dia mau
menerima keadaan yang serba pas-pasan ini. Namun yang paling penting adalah
kesholehannya. Ibadahnya benar-benar perlu aku kasih jempol, beruntung aku bisa
mendapatkannya padahal aku masih tergolong awam terhadap agama. Istriku telah
membimbingku untuk lebih dekat kepadaNya, menuntunku dijalan petunjukNya,
menghiburku dikala sedang susah, de el el deh, pokoknya dia tuh istri pilihan
yang telah mengeluarkanku dari kegelapan kepada cahaya, minazh zhulumaati
ilannuur, jarang ada akhwat seperti
Anisa.
"he he he, lucu yah nisa kalo lagi
bingung, apalagi pas teriak-teriak tadi, lihat aja muka nisa jadi merah, tapi
tambah manis koq" candaku padanya. "yeeee, emangnya gula, manis, nih
kain pelnya, taruh dibelakang aja" "otree bos"
Tak berapa lama, akupun kembali keruang
tengah menemui istriku, Tampak istriku yang duduk kelelahan dikarpet, tampaknya
hawa dingin dari hujan ini membuatnya menggigil kedinginan. "dingin yah,
sini biar mas dekap" kemudian ditenggelamkan kepalanya kedadaku, kudekap
erat-erat untuk mengusir hawa dingin yang menyelimuti. "badan nisa panas,
demam yah " kutempelkan tanganku kekeningnya, tubuhnya terasa panas.
"nggak koq mas, cuman capek aja, ngantuk lagi" "bener gak pa pa,
mas cariin obat yah" "nggak usah mas, malam-malam kayak gini mana ada
toko yang buka, apalagi ujan, ntar mas sendiri yang sakit" "ya udah kalo gitu" sesaat keadaan
jadi hening, aku jadi kasian sama istriku, dia tentu belum biasa hidup seperti
ini, yang selalu dibayangi dengan himpitan ekonomi, fasilitas rumah tangga yang
sederhana, makanan seadanya, bener-bener perjuangan.
"maafin mas Iwan yah, nisa jadi
menderita kayak gini" "mas iwan ini gimana sih, dibilangan gak usah
ngomongin itu lagi koq, rezeki itu Allah yang ngatur, kita yang berusaha
mencari secara halal dan baik, percayalah Allah Maha Adil" istriku
menasihatiku sambil memukul dadaku karena omonganku "Alhamdulillah kalo
nisa mau nerima, ya moga-moga Allah memberikan kesabaran, dan melapangkan rizki
pada kita" "amiin. eh ngomong-ngomong bau keringat mas iwan, ampun
deh, bener-bener harum, bikin nyamuk nggak ada yang mau ndekat" candanya
membuatku sedikit lebih tenang, dan dipeluknya aku makin erat, hatiku merasa
tentram.
"Tapi janji ya, mo benerin atapnya,
masak tiap kali hujan harus kayak gini, khan repot" timpal istriku lagi.
"insya Allah deh, asal nisa mo bantuin benerinnya J" pintaku bergurau
"yeeee, itu khan kerjaannya laki-laki, tapi jangan kuatir deh, ntar nisa
bantu dengan doa aja ya . he he he J"
Hujan deras ini telah membuat listrik
padam, keadaan menjadi gelap gulita, hanya sesekali terang jika ada kilat.
Kurasakan istriku sudah mulai tertidur, tidur dalam dekapanku, dekapan erat
yang tak ingin kulepaskan, aku sangat sayang padanya. Tidurlah yang nyenyak kau
dipelukanku, aku tak akan mengijinkan nyamuk-nyamuk nakal mengganggu kenyamanan
tidurmu, biarkan aku menjagamu, biarlah aku kan menjadi selimut kehangatan
bagimu.
***
"Assalamu'alaikum, niiiis, ada
tamu?" salamku saat pulang kerumah dengan membawa seseorang.
"Wa'alaikum salam" salamnya,
sambil keluar menyambutku. "mb mb mbak Ani" kata istriku dengan
terkejut, tampak perubahan muka yang disembunyikan, diulurkannya tangannya pada
Ani. "Assalamu'alakum dek nisa, lama yah nggak ketemu" salamnya
dengan senyum yang ramah. "wa'alaikum salam, iya udah setengah tahunan
kayaknya, wah mbak tambah cakep aja, mari mbak masuk" Ani, kakak kelas
nisa juga teman seangkatan denganku semasa kuliah, sekaligus teman SMA di
kampung halaman, kami sangat akrab sekali, bahkan sempat sangat dekat, lebih
dari sekedar teman, maklumlah saat itu aku masih belum begitu mengenal islam,
masih awam, jadi masih merasa nggak bersalah kalo orang nyebut pacaran J. Karena
satu dan lain hal, akhirnya kami harus berpisah, harus saling menjaga jarak
walau sebenarnya berat rasanya, sulit untuk melupakannya (nggak perlu dicritain
ya J ), namun sejak perpisahannya itu justru telah membuatku dekat dengan
dienul islam yang akhirnya mempertemukanku dengan anisa. Kedatangannya kekota
ini adalah menjenguk saudaranya yang dirawat di rumah sakit dekat tempat
kerjaku, dan secara tak sengaja kami pun bertemu, ya kuajak aja mampir sejenak,
walau sebenarnya ada yang mengganjal dihati, entahlah, aku seakan-akan lalai,
nggak tahulah apa yang sedang terjadi padaku yang pada akhirnya kubawa Ani
kerumahku. Aku tak bisa menipu diriku bahwa aku suka bertemu dengannya, seperti
membuka kenangan yang lalu. "kapan datangnya mbak ?" "kemaren,
sama keluarga koq, mau njenguk paman yang sakit" "innalillahi wa inna
ilaihi roji'un, sekarang gimana keadaanya" "alhamdulillah, udah
baikan, insya Allah dua tiga hari udah bisa pulang"
"syukurlah kalo gitu, udah kerja ya mbak, kayaknya
sukses"
"Alhamdulillah, sudah, cukuplah untuk kebutuhan hidup,
mandiri kata orang"
"wah senang yah .., trus udah punya .. ???"
Ani hanya tersenyum saja mendengar
pertanyaan tersebut. Aku jadi gak enak sendiri disana, perasaan gelisah yang
menyelimuti hati, aku merasa bersalah mengajaknya kesini, tapi semua sudah
terlanjur, tidak lama dia mampir dirumahku, namun walau singkat sepertinya
telah merubah suasana hati keluargaku.
Seminggu kemudian.
Selama beberapa hari terakhir ini, istriku
terlihat berbeda, dia menjadi jarang bercanda, lebih banyak diam dan tidak
sehangat dulu, mungkin kecemburuannya pada Ani merasuki hatinya, memang
beberapa hari terakhir ini, aku sering bertemu dengan Ani di rumah sakit yang
memang dekat dengan tempat kerjaku. Perasaan inilah yang saat ini memisahkan
kemesraan diantara kami, aku juga merasa bahwa aku jarang memulai bercanda, aku
sering melupakannya. Hari ini adalah hari beratku, aku baru saja di PHK dari
kantorku, keadaan ekonomi yang lesu membuat kantorku harus merampingkan
karyawannya. Kuputuskan untuk tidak pulang dulu, aku ingin mencari kerjaan
seadanya, keadaanku ekonomi rumah tanggaku sudah cukup memprihatinkan, aku
tidak bisa mengandalkan pesangon yang diberikan, aku harus mendapat kerja.
"Ya Allah berilah aku kemudahan dan
kesabaran ya Allah" do'aku sambil berusaha mencari kerja. Entahlah sudah
berapa banyak kantor yang kumasuki untuk mencari lowongan, hingga matahari
bersembunyi di ufuk barat.
"Aku tidak pernah pulang selarut ini,
istriku pasti cemas" "Assalamu'alaikum, niiis, mas pulang nih" salam
ku dengan senyum mengambang, aku ingin tampil bahagia didepan istriku, aku
ingin menyembunyikan kegalauan hatiku. "wa'alaikum salam" jawabnya
dari dalam, namun dia tidak menyambutku, tidak seperti biasanya.
Kulihat wajahnya yang ditekuk, muram, wah
marah nih. Sesaat kemudian setelah membersihkan diri, rasanya sudah tak tahan
menahan lapar yang sejak tadi belum makan. "wah mas lapar nih, udah makan
Nis ?" tanyaku padanya, mencoba untuk mengajak makan bersama
"udah" jawabnya singkat dan ketus "eeehhmmm, baunya sedap, masak
apa ya" kuhampiri meja makan, saat kubuka penutup makanan, betapa
terkejutnya aku, hanya ada nasi doang, nggak ada sayur, lauk pauk, itupun nasi
tadi pagi yang dihangatkan. Entahlah perasaan jengkel melanda diriku, namun aku
berusaha untuk mengendalikan diri. Kuambil nasi yang udah mulai dingin
tersebut, kukasih garam dan kecap. Yah walau hambar rasanya, tetap aja kumakan.
"sekarang mas iwan udah berubah"
"sudah mulai melupakan istri, sudah mulai pulang
malam" "mas sudah tak menyayangi nisa lagi"
"mas ingkar janji, hiks hiks"
sindiran istriku yang berada dalam ruang tengah, walau pelan tapi terdengar
jelas, Aku hampir saja tidak bisa menahan amarahku, gimana tidak, aku baru di
PHK, pulang dengan rasa capek dan lapar, tapi setelah pulang disambut dengan
seperti ini. Dada terasa
meledak-ledak, wajahku terasa merah padam. Kuselesaikan makanku,
kuhampiri istriku dengan agak marah, emosiku meluap-luap, kupandang dia dengan
tajam.
"Ngomong apa sih Nis . "
"bukannya menyambut suami, malah ngomel-ngomel, aku kan
capek"
ucapku tak bisa menahan emosi.
Wajahnyapun semakin ditekuk, matanya dipincingkan untuk menahan
air
matanya. Diapun pergi menuju kamar dan menutup kepalanya dengan
bantal, menyembunyikan suara isak tangisnya.
"Astagfirullah" ucapku berkali-kali
sambil menahan gejolak amarahku. Kuambil air wudlu, kutenangkan pikiranku, dan
selalu berdzikir kepadaNya. Bahtera rumah tanggaku mulai menghadapi badai,
suatu keadaan yang aku takutkan, aku tidak pernah men akan begini perasaanku,
perasaan yang sangat tidak mengenakkan, perasaan yang telah merenggut
kebahagian pernikahanku selama ini, perasaan yang membuat hati menjadi gelisah.
Biarlah untuk sementara kubiarkan istriku tidur dikamarnya sendiri, biar dia
menenangkan diri dulu, aku harus menyelesaikan permasalahan ini secepatnya biar
tidak berlarut-larut, jangan sampai bahteraku pecah gara-gara masalah ini.
Di dua pertiga malamnya, kubangunkan
istriku, kuajak untuk berjamaah sholat lail, sudah beberapa hari terakhir ini
aku tidak melakukan bersamanya. Kulihat wajahnya udah mulai tenang walau masih
muram, masih pendiam, hatinya masih kesal terhadapku. "Ya Allah,
kokohkanlah bahtera hidup rumah tangga kami, segera selesaikanlah badai yang
melanda keluarga kami, berilah kami kesabaran dalam menghadapi cobaanmu, dan
tetapkanlah kami kedalam jalan yang engkau ridhai ya Allah .."
Penggalan do'aku setelah selesai solat
malam, Tak terasa air matakupun meleleh, berdoa mengharap belas kasihanNya,
memohon Rahmat dan petunjukNya. Suasananya begitu tenang, begitu sejuk dan
begitu... Kulihat istriku, kupandangi dengan lembut, bulir-bulir air matanya
telah membasahi pipi dan jatuh di mukena putihnya. Akhirnya kupeluk istriku
dengan lembut, kudekap erat-erat, kukecup keningnya, aku ingin merasakan
kebahagiaan seperti sebelumnya, aku ingin menyelesaikan masalah ini sekarang.
"maafin mas yah, mas telah menyakiti nisa, jangan marah lagi yah"
ucapku padanya, dia pun menundukkan kepalanya.
"eh marahnya udah selesai belum, kalo
belum ntar mas cubit hidung nisa lho" candaku padanya sambil mencubit
hidungnya. "masih marah, mau nggak dimasakin lagi nanti" jawabnya
namun dengan nada datar.
"biarin, ntar mas beli diwarung, nisa nggak mas kasih
sedikitpun" godaku
padanya.
"gimana, masih marah yah, mana pipi nisa, biar mas jewer, biar
merah merona, kayak aisyah ummul mukminin istri rosul, humaira, si merah
delima" godaku lagi.
Tersungging senyumnya dibalik bibirnya,
sungguh tenteram hati ini melihat istriku sudah mau tersenyum lagi, wajahnya
sudah mulai berseri-seri lagi.
"tahu nggak, didunia ini nisa adalah akhwat yang paling mas
kasihi setelah
ibu, yang paling mas cintai lho"
"cieeee, ngrayu nih ceritanya" ledek istriku dengan
tersenyum.
"udah tahu nanya, tapi seneng kan dirayu, ato mas
jelek-jelekin aja. J"
"jahaatnya, masak sama istri sendiri dijelek-jelekin"
Setelah keadaan menjadi tenang, kujelaskan
permasalahanku, kuceritakan tentang kepulanganku yang telat, kujelaskan
hubunganku dengan Ani dan berkomitmen terhadap janji pernikahan kami. Dia pun
juga minta maaf, diceritakannya juga bahwa saat ini uang belanjanya udah habis,
makanya nggak heran kalo tadi malam hidangannya seperti itu. Syukurlah segala kesalahpahaman
yang terjadi selesai pagi itu, justru kami semakin dekat, semakin akrab.
Alhamdulillah, badai yang melanda bahtera pernikahanku telah berlalu,
kebahagian kembali mengalir mengisi hari-hariku.
***
Beberapa minggu kemudian
"nyam-nyam enaq, masakannya
bener-bener enak, nyuri resep dari mana nih, perasaan nggak pernah masak kayak
gini" ucapku sambil merasakan lezatnya masakan istriku "he he he,
enak aja nyuri, ini resep rahasia keluarga, buat acara spesial" "emang
sekarang spesial ?" "yup" "special apa ya ? ultah nggak,
apa sukuran mas keterima kerja yg lebih baik ya ?, tapi khan itu udah beberapa
minggu lalu" "mungkin, tapi ada yang lebih spesial" wajah
istriku berseri-seri, kayaknya bahagia sekali.
"udah deh nyerah, apa sih"
tanyaku penasaran. Disodorkannya padaku sebuah surat. "hk, alhamdulillah,
nisa hamil, alhamdulillah, aku jadi abi, nisa jadi ummi, ummi" hampir saja
aku tersedak makanan dimulutku ini melihat kabar ini. Aku akan menjadi abi. Aku
melonjak kegirangan seakan melupakan makananku, entah perasaan apa yang
melandaku, sulit aku gambarkan kebahagian ini, kabar terindah yang kudengar,
sujud syukur padaMu ilahi, aku segera menghampiri istriku.
"mi, ummi, boleh abi dengerin perut ummi, udah terasa belum
jundi kecil abi ini"
"yeeee abi ini, khan baru 4 bulan bi,
ya masih belum kelihatan dong" "biarin, abi pengin dengar pokoknya,
tuh khan mi, jundi kecil kita lagi bertasbih sekarang, dengerin aja"
kutempelken telingaku keperut istriku seperti ingin mendengarkan sesuatu. "bi,
bersyukurlah pada Allah bi, bersyukurlah, alhamdulillah" "ya mi,
alhamdulillah, semoga nanti anak kita menjadi anak yang sholeh dan berbakti pada
orang tua" "nah sekarang ummi nggak boleh capek-capek, nggak boleh
... " wah sifat cerewetku mulai timbul, ntah apa saja yang telah aku
katakan, sementara istriku hanya senyum-senyum saja mendengarnya. "emangnya
ummi ini anak kecil, abi terlalu berlebihan" "wajar dong mi, inikan
anak pertama kita" Malam itupun bertabur kebahagian, pikirankupun
bermacam-macam, membayangkan anakku nanti, laki-laki ato perempuan, trus apa
yang harus aku lakukan, pokoknya macam-macam deh, sulit melukiskannya.
***
Saat itupun datang, istriku akan
melahirkan, dari hasil USG sih mengatakan kalo bayinya nanti akan kembar, satu
perempuan satu laki-laki. Bingung, cemas menjadi satu ketika istriku sudah bukaan
dua (katanya sih, aku sendiri nggak begitu tahu) padahal masih belum dirumah
sakit, syukurlah ada tetangga yang mau mengantarkan ke rumah sakit bersalin,
kontraksinya pun mulai terasa tiap lima sampai sepuluh menitan, tanda-tanda
kelahiran akan tiba. "pak, mau menemani istrinya nggak, tega nggak"
tanya suster pengin rasanya menemani istriku, tapi rasanya aku justru akan
mengganggu suster-suster tersebut.
"nggak usah saja, saya nggak tega,
nanti jadi ganggu" perasaan tegang menyelimutiku, aku hanya bisa mondar
mandir didepan pintu kamar bersalinnya ".. ya Allah, berilah kami kekuatan
ya Alloh, Selamatkanlah istri dan anakku ya Alloh." Lahir juga anakku,
anak kembar laki-laki dan perempuan, alhamdulillah semua sehat-sehat saja
istriku tampak lelah setelah melahirkan, tapi ada kebahagiaan yang terpancar
diwajahnya.
"wah tampan dan cantik anaknya" "beratnya
3.6 kg dengan panjang 55 cm, lihat gagahnya anak itu" hibur suster yang
membantu melahirkan. Berdasarkan kesepakatanku dengan istriku, yang laki-laki
kuberi nama Sholahuddin al Ayubi yang kuambil dari tokoh panglima perang saat
perang
salib, semoga dia menjadi tentara Allah
dalam menegakkan islam. Yang perempuan sama istriku dikasih nama fatimah as
zahra, mengambil dari nama putri kesayangan rosul, si bunga mawar yang indah
dipandang, tetapi berduri jika dipegang.
Itulah kebahagian yang kudapatkan, semua
baik-baik saja, istriku, anak-anakku, hanya kepada Allah segala puji-pujian. "Ya
Alloh, tetapkanlah hati ini untuk selalu mencintai-Mu, Janganlah Kau palingkan
wajahku kejalan yang lain, dekatkanlah hatiku hanya Kepada-Mu, kupasrahkan
semua amalanku hanya kepada-Mu, jauhkanlah riya', sombong dari pandanganku,
karena godaannya terlalu berat bagiku" [Ikhwan Izzuddin]
0 comments:
Post a Comment