Friday, December 14, 2012


Muhith Muhammad Ishaq. Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirasah Islamiyah Al Hikmah, Jakarta. Anggota Badan Pengembangan Yayasan Islamic Center IQRO Pondok Gede Bekasi.Abu Thalhah adalah satu di antara sahabat Anshar yang memiliki kekayaan
Muhith Muhammad Ishaq. Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirasah Islamiyah Al Hikmah, Jakarta. Anggota Badan Pengembangan Yayasan Islamic Center IQRO Pondok Gede Bekasi.
  dan kebun- kebun kurma yang cukup luas. Di antara kebun-kebun kurma itu adalah kebun yang disebut Bairaha. Kebun ini sangat ia berkesan di hatinya tidak hanya karena letaknya yang menghadap ke masjid Nabawi, tetapi di kebun itu pula Rasulullah saw pernah singgah dan minum airnya yang segar. Maka kebun itu menjadi kekayaan yang lebih dicintainya, dibandingkaan dengan kebun-kebun lainnya.
Pesona kebun yang begitu indah dan berkesan itu mendapatkan kesempatan untuk dinaikkan nilainya menjadi kebaikan bernilai tinggi yang mengangkat seseorang kepada derajat kemuliaan. Turun ayat Allah dalam Al Qur’an yang membuka jalan kebaikan dengan harta kekayaan. Firman Allah: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.” QS. Ali Imron: 92
Semangat para sahabat untuk memuliakan dirinya di hadapan Allah SWT dengan apapun yang mereka miliki mendapatkan ruang aktualisasi. Abu Thalhah datang menemui Rasulullah saw untuk dapat berbuat kebaikan dengan harta kekayaan yang paling dicintainya. “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah SWT telah berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai….” Dan kebun Bairaha adalah kekayaan yang paling berkesan di hati, maka sekarang saya sedekahkan kebun itu hanya karena Allah, saya berharap mendapatkan kebajikan, dan menjadi tabungan saya di sisi Allah. Ya Rasulallah, silahkan Engkau bagikan sesuai yang Engkau inginkan”.
Semangat para sahabat untuk bersegera dalam kebaikan dan mendapatkan kemuliaan di sisi Allah, membuat mereka cepat merespon setiap seruan yang datang dari Allah. Keyakinan mereka akan akhirat membuat mereka memandang rendah dunia betapapun indahnya. Kebun yang sudah sangat berkesan di hati itu akan sangat kecil nilainya dibandingkan dengan peluang mendapatkan kebajikan di sisi Allah SWT.
Dan untuk melaksanakan kebaikan itu Abu Thalhah meminta pandangan Rasulullah saw. Sebuah potret indah tentang perpaduan antara semangat beramal dan meminta bimbingan orang yang kompeten dan memliki kemuliaan dalam melaksanakan kabaikan-kebaikan. Abu Thalhah tidak jalan sendiri melakukan apa yang diinginkannya  dengan dalil keikhlasan dalam beramal, tetapi ia berkomunikasi dan berkordinasi agar distribusi sedekahnya itu mendapatkan persetujuan dari Rasulullah saw. Sebuah gambaran indah tentang amal jam’ai, kerja berjamaah. Inspirasi, komunikasi, dan  kordinasi dalam melakukan aksi.
Mendengar semangat Abu Thalhah dalam bersedekah Rasulullah saw mengapresiasinya dengan bersabada: “Bakhin (ungkapan pujian dan kekaguman atas pekerjaan besar/luar biasa). Itu harta yang menguntungkan, itu harta yang menguntungkan!”. Begitulah ekspresi seorang pendidik ketika melihat ada prestasi kebaikan pada anak didiknya. Rasulullah saw tidak pelit dengan kalimat-kalimat pujian kepada orang yang melakukan perbuatan terpuji. Tidak cukup sekali ungkapan itu disampaikan, bahkan Rasulullah saw mengulanginya hingga dua kali.
Rasulullah saw kemudian menyampaikan saran kepada Abu Thalhah “ Sesungguhnya saya berpendapat agar engkau bagikan kebunmu itu kepada kerabat-kerabatmu”.
Sebuah jawaban bijak dari seorang pemimpin bijak. Bahwa kesalihan seseorang di sisi Allah dapat dicapai tanpa harus kehilangan kebaikan di sisi manusia. Rasulullah saw mengajarkan kepada Abu Thalhah cara menyambung silaturrahim yang efektif adalah dengan berbagi. Bersedekah kepada kerabat dekat memberikan nilai lebih, tidak hanya pelipatan tujuh ratus kali lipat seperti yang telah Allah janjikan, tetapi juga memberikan makna silaturrahim yang sangat tinggi nilainya dalam Islam.
Inilah kenyataan yang tidak bisa diingkari oleh siapapun. Seseorang akan dinilai baik oleh sesama manusia adalah karena pemberiannya. Dan seseorang akan dinilai buruk oleh sesama manusia jika pelit apalagi menolak memberi ketika diminta. Baik buruk seseorang sering diukur dari pemberiannya.
Pandangan Rasulullah saw ini juga sekaligus mengajarkan ketulusan seorang pemimpin, tidak ada rasa tama’, berharap memiliki apa yang ada pada orang lain. Dan bahkan kebun indah yang sangat berkesan di hati Abu Thalhah dan diserahkan itu, tidak ada keinginan Rasulullah saw untuk mendapatkan sedikitpun darinya. Padahal Abu Thalhah telah menyerahkannya kepada Rasulullah saw. Inilah sifat utama yang membuat seseorang dapat terus dicintai oleh sesama manusia, sifat tidak tama’/mengharapkan apa yang ada di tangan orang lain.
Setelah mendapatkan arahan Rasulullah saw dalam membagi kebunnya itu kemudian Abu Thalhah membagikannya kepada para kerabatnya. Termasuk kepada sahabat Ubay bin Ka’b dan Hassan bin Tsabit yang memiliki kedekatan kekerabatan dengan Abu Thalhah pada kakek ke tujuhnya.
Bairaha meningkatkan derajat Abu Thalhah pada ketinggian martabat di sisi Allah SWT sekaligus mendekatkannya dengan sanak kerabatnya. Wallahu a’lam

Diasuh Oleh: Muhith Muhammad Ishaq. Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirasah Islamiyah Al Hikmah, Jakarta. Anggota Badan Pengembangan Yayasan Islamic Center IQRO Pondok Gede Bekasi.

sumber: Sabili online

0 comments:

Post a Comment

Komentar anda