JILID 1
“Akhi
Khalid, antum sudah sholat dhuhur?” aku terbangun dari lamunanku saat Andi
teman satu LDK
(Lembaga Dakwah Kampus) menepuk pundakku.
“Akh, antum
mengagetkan ana aja! Oh iya, ana belum sholat dhuhur nich!” aku
menjawab
sambil memakai tas ransel hitamku kembali, yang saat itu masih tergelatak
dilantai.
“Akh, kalau
gitu ayo kita kemasjid sekarang!” ajak Andi.
Aku hanya
hanya menganggukkan kepala, sambil berdiri dan berjalan menuju masjid
kampus yang
jaraknya tidak begitu jauh dari fakultasku.
Hem, nikmat
benar air wudhu yang membasahi kulit-kulitku ini. Terasa semua
ringan dalam
membasuh semua kotoran-kotoran dunia. Iqhomat sudah mengumandang,
tanda sholat
akan dimulai.
“Benar-benar
cantik, wanita tadi! Siapa dia? Aku baru melihatnya sekarang!” lamunku.
“Allahu
Akbar!” aku tersentak saat Imam mengucapkan takbir rukuk.
“Masya’
Allah, aku sedang sholat!” sertamerta pun aku langsung membuang jauh-jauh
pikiran yang
telah menjauhkan aku dari kekhusyu’anku dalam sholat.
***
Kebutuhan
rohaniku telah aku laksanakan, sekarang waktunya untuk kebutuhan
jasad ini.
Dholim, jika aku mengacuhkan kebutuhan tubuh ini.
“Akhi, antum
sudah makan?” tanyaku pada Ridwan teman satu LDK, yang sedang
duduk-duduk
diserambi masjid.
“Ana,
belum makan Akh! Kenapa, mau ngajak makan? Tapi ingat Akh, ana kalau makan
nggak suka
kalau dikantin kampus kita ini!” ucap Ridwan
aku
tersenyum sambil mengatakan “nggak suka, apa kemahalan?”
“hehehe,
antum sudah tahu rahasianya yach!” Ridwan mengatakan sambil tertawa
“Kita kan
sama-sama mahasiswa, tahulah yang dipikirkan! dan kita kan Al-Ikhwan
(saudara)!
Jadi kita harus lebih mengetahui keadaan saudaranya sendiri!” kataku sambil
bernada sok
mengejek
Ridwan
tertawa sambil mengatakan “antum ini, ada-ada saja! Benar juga, kita Al-Ikhwan
(saudara)
jadi harus lebih tahu! Sekarang, Antum harus tahu kalau ana lagi boke’!
Jadi
antum harus
mentraktir ana!”
“Akh, antum!
kapan punya uangnya? Boke’ kok terus! Ok lah, sekarang ana traktir”
kataku
sambil tertawa dan mengajak Ridwan disebuah warung. Tentunya yang murah dan
enak.
***
Hem, sepi
sekali dikontrakan! Mungkin teman-teman masih ngisih kajian atau
mengikuti
kajian pikirku dalam hati. Aku merogoh saku celana, mencari kunci
kontrakan.
“Ini dia!”
kataku. Aku buka pintu sambil berucap salam, tetap tidak ada yang menjawab
salamku.
Mungkin memang teman-teman masih aktif dalam kegiatan masing-masing.
Biasanya
kalau jam-jam tidur siang ini, teman-teman masih lebih aktif untuk berdakwah.
Biasanya
Yanto, Deni, Heri dan Samsul selalu pulang sore, karena banyaknya aktifitas di
SKI (Sie
Kerohanian Islam) fakultas mereka. Alhamdulillah kegiatanku sekarang sudah
tidak
sepadat seperti mereka, mungkin teman-teman mengerti kalau aku sekarang lebih
disibukkan
rencana untuk mengerjakan skripsi. Sehingga amanah-amanah dakwah, tidak
begitu
banyak dibebankan kepadaku. Dulu, saat masih banyak-banyaknya aktifitas
dakwahku.
Aku banyak sekali mempunyai binaan, mulai dari kajian anak-anak SD, SMP,
SMA,
anak-anak jalanan sampai kajian para preman yang sudah tobat. Tapi
alhamdulillah
sekarang lebih berkurang, sekarang aku hanya mengisi kajian ditempat
para preman
saja.
Pernah suatu
hari, aku meminta tolong teman-teman untuk mengisi kajian para
preman.
Ternyata teman-teman banyak yang belum siap untuk mengembangkan dakwah
dikalangan
para preman. Sehingga kajian untuk para preman, masih tetap aku yang
mengisi.
Memang sangat unik sekali saat bertemu dengan preman-preman itu, saat-saat
pertama
mengenal mereka. Entah apa yang membuat para preman ini sadar, akan
pentingnya
mengenal Islam lebih dalam. Perjumpaan yang sangat unik, saat aku selesai
mengisi
kajian ditempat anak-anak yang kurang beruntung, aku berjalan sendirian
diperkampungan
kumuh itu.
Disebuah
pinggiran kali, aku berpapasan dengan tiga para preman. Mereka
melihatku
dengan tatapan yang tajam, seakan aku adalah mangsa yang siap untuk
diterkam,
dan tentunya sangat lezat. Jantungku berdetak kencang, aku merasakan
ketakutan
saat berhadapan dengan para preman. Tak pelak aku pun beristikfar dalam hati
dan meminta
perlindungan kepada sang Maha pelindung. “Sesungguhnya mereka itu
tidak lain
hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya,
karena itu
janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu
benar-benar
orang yang beriman (Ali Imran 175).” Aku teringat dengan apa yang
difirmankan
Allah, sungguh dahsyat apa yang kurasakan setelah mengingat Ali Imran
ayat 175.
Tubuhku seakan siap menjadi tentara Allah yang akan menghadang para
segerombolan
kaum Bani Israil.
“Hai kamu!
Kesini” teriak salah satu preman itu, memanggilku.
Dengan santai aku pun mendatangi ketiga preman
itu “ada apa Bang?” jawabku
0 comments:
Post a Comment