Saturday, January 22, 2011

Pelangi di gerimis Hujan # part 3#

“ pagi anak-anak.” Ujarku saat memasuki ruang belajar.
“pagi Bu......”sahut mereka serentak sambil suara gaduh menjuju meja mereka masing-masing . Aku melemparkan senyum kepada mereka yang membuatku tertawa dalam hati melihat tingkah mereka.

“hari ini kita belajar di luar seperti janji Ibu minggu kemarin. Semuanya sudah siap?” tanyaku sambil menuju ke meja salah satu  siswaku.
“sudah bu, kami sangat tidak sabar belajar di luar.” Jawab Angga, ketua kelas XI IPA 2.
“ oke. Kalian segera berbaris dilapangan.” Jawabku.

Anak XI IPA 2 segera berhamburan keluar menuju lapangan upacara, aksi dorong mendorong tak terelakkan lagi, aku hanya tersenyum teringat saat aku SMA. Setelah semua sudah pergi kelapnagan ku kunci ruang kelas  XI IPA 2 dan melangkah pelan menyusul mereka.

“belajar di luar bu ?” tanya Pak Budi.
“iya pak.” Jawabku pelan sambil berlalu di hadapan pak budi. Pak Budi hanya diam dan menggangguk pelan.

“Ibu,  buruan kita nggak sabar nich.” Teriak ayu ketika ku tiba di lapangan.
“maaf, Ibu agak terlambat.” Jawabku. “sekarang kelas Ibu bagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama nomor urut absen 1-20 selebihnya masuk kelompok kedua, paham semua ?”
“ paham bu......................”

Setelah selesai membagi kelompok aku membawa siswaku menuju desa didekat tempat aku mengajar. Siswaku sangat antusias mengumpulkan data pengamatan ini. Aku harap ini berjalan dengan lancar dan menjadi pembelajaran yang bermakna bagi mereka.

Pukul 10.30 pengamatan selesai dilaksanakan, anak-anak pulang dengan wajah ceria,  ada juga dengan wajah cemberut.

“Bu, kapan-kapan belajar seperti ini lagi ya.”ujar Ayu sambil menggamit tanganku.
“ ok, tapi kita lihat dulu materinya ya. “ jawabku.
“ ish...si Ayu deket-deket ma Bu Rani pasti biar dapet nilai bagus.” Sahut Bayu dari belakang.
“ enak aja. Kamu iri kan aku bisa deket ma bu Rani, hayo ngaku.” Jawab Ayu marah.
“ sudah, ibu punya kalian semua. Ok.” Jawabku menengahi mereka. “ayo, Bayu minta maaf sama Ayu dan Ayu juga harus memaafkan Bayu.”

“wah bakal jadian nggak ni ya....” goda Danil saat Ayu dan Bayu bersalaman.
“ hush........nggak boleh gitu Danil.” Timpal anak-anak yang lain, Ayu dan Bayu hanya diam dan salah tingkah.
“ya sapa tahu ja. Ya nggak bu” jawab Danil. Aku tergagap mendapat pertanyaan Danil, aku hanya menjawabnya dengan senyuman.
“ibu kenapa sich?” tanya Danil heran. “ibu, sepertinya melamun dari tadi.”
“ tidak apa-apa. Ayo dipercepat jalannya nati kalia terlambat pelajara selanjutnya.” Ujarku sambil mempercepat langkahku.


****

Sepi...
Anak-anak banyak yang pulang kampung, hnya tinggal aku dan Devi dikosan. Kurebahkan badan ini, lelah. Kupejamkan mata untuk tidur sejenak karena rutinitasku masih bersambung selepas shalat asar. Tenang, damai itu yang aku rasakan.
“assalamuaaikum.”
“waalaikumsalam” sahutku sambil bangkit dari tempat tidur .ku sambar jilbab coklat dikursi sambil bergegas membuka pintu.
“ udah pulang Ran?” tanya Devi.
“iya, hari ini pulang sedikit cepat ada rapat komite.” Jawabku sambil menutup pintu.
“gimana ujian hari ini?” tanyaku sambil duduk disebelah Devi.
“alhamdulillah lancar, walau nggak yakin dengan hasilnya.” Jawab Devi menghela nafas. Aku bangkit kedapur mengambil segelas air bening.
“minum dulu.” Ujarku sambil menyodorkan segelas air.
“maksih. Kamu tahu aja aku lagi haus he...........he.........” jawab devi sambil cengengesan.
“ oya, bulan depan aku pulang, ikut pulang nggak ?” tanya Devi. Aku hanya diam.
“hei.....malah melamun.” Ujar Devi.”gimana mau ikut pulang nggak?”
“kayaknya nggak masih bnyak tugas di sini. Titip salam buat keluarga ya.” Jawabku sambil berlalu dari hadapan Devi. Devi hanya diam.

Pulang, aku sangat ingin pulang. Aku rindu pada rumahku, keluargaku, teman-temanku, semuanya aku sangat rindu tapi luka itu sangat menyakitkan. Air mata mengalir deras.

“Ya Allah ampuni kesalahan hamba. Hamba tidak menginginkan itu terjadi.”rintihku pelan, air mata semakin deras tanpa bisa ku bendung lagi.

Devi terdiam didepan pintu kamarku. Tanpa berani mengetuk pintu kamarku, hanya bulir air matanya yang  jatuh.

Pukul 14.00
Aku segera berangkat kuliah malam, Devi sepertinya sedang tidur. Panas siang hari masih tersisa disore ini, aku berjalan pelan menuju kampus yang jaraknya sekitar 500 meter dari kosan. Jalanan sangat ramai, sudah waktunya jam pulang kerja dan sekolah termasuk juga mahasiswa yang sudah selesai uliah hari ini. Ku percepat langkahku agar aku tak terlambat.

“itu dia orangnya.” Ujar Cici saat aku baru tiba di kelas. Semua teman-teman melihatku, aku jadi bingung.
“Ran, bener nggak sich minggu depan kita ujian Pak Ridwan?” tanya Hadi.
“kemarin sich bapaknya bilang iya, tapi belum tahu kondisinya mendukung atau tidak.” Ujarku sambil menaruh tas dan buku-buku di mejaku.
“wah, kita belajar bareng ya” ujar Cici. “Please..mau ya”
“iya, besok jam 13.00 dikosan.” ujarku sambil mencubit pipi Cici yang tembem
“sakit..................”teriak Cici, aku tertawa.
“kita boleh ikutan nggak Ran ?” ujar Tika dkk. Aku menggaguk.
“ wah......beneran nich?” teriak mereka tidak percaya. Aku hanya memberikan senyum. Mereka meloncat-loncat riang.

Hari ini ternyata perkuliahan diliburkan kerena ada arapat dosen di Rektorat. Aku tak langsung pulang, masih banyak tugas yang harus aku lakukan. Teman-teman juga enggan untuk pulang.
“Ran, boleh tanya?” tiba-tiba Agung berada didepanku.
“ boleh.” Jawabku kaget.
“kamu jarang banget ngomong, ada apa sich sama suara kamu?”
Aku hanya tersenyum dan melanjutkan kerjaanku.
“kan, senyum lagi.” Ujarnya sedikit kesal
“aku males ngomong ja, Gung.” Jawabku
“o........makasih ya dah kasih tahu jawabannya” ujarnya sambil pergi bergabung dengan kelompoknya

Aku terdiam, pertanyaan Agung membuat aku teringat lagi kejadian 4 tahun yang lalu.
“kamu pendiam ya dik.”ujar kak Bertha. Akuu hanya diam.
“oya, kamu sudah makan?” tanyanya lagi. Aku hnya tersenyum lagi. Kuulihat dia sangat kecewa.
“makan yuk, kakak yang traktir dech.”ajaknya. lagi-lagi aku hnya tersenyum. Akhirnya dia kehabisan cara untuk mengajakku berbincang dan bergegas pergi. Aku hanya diam sambil melihat sosoknya yang pergi menjauh, ku hela nafas ku pikir melanjutkan membaca itu lebih baik.

“ini dik.” Tiba-tiba kak bertha sudah dihadapanku dengan menyodorkan  plastik kecil. Aku kaget dan melihat dengan kebingungan.
“makan dulu, sudah seharian kamu tidak makan hanya membaca buku disini.” Ujarnya sambil masih menyodorkan plastik kecil itu.

 Aku bingung dan segera ku ambil plastik itu isinya sekotak nasi hanyat lengkap dengan lauk dan sayurnya dan tak lupa air mineral dan buah.

“maaf, kakak tidak bisa membelikan yang lebih baik.” Ujarnya tertunduk. Aku masih tetap terdiam. Dengan cepat  dibukanya kotak nasi itu dan menyodorkan kepadku, aku hanya terdiam melihatnya.
“dik, jangan melamun” ujarnya menyadarkanku. Aku hanya tertunduk diam
“ayo makan, buka mulutnya.” Pintanya. Kuangakat wajaku, dia meyodorkan sesendok nasi sambil mengisyaratkan aku untuk membuka mulutku, aku menurut ku buka mulutku.
“nah, begitu dong, jadi kan lambung kamu nggak nangis minta makan.” Ujarnya senanga, aku hanya terdiam sambil mengunyak makanan ku pelan.

“selesai.” Ujarnya saat menyuapiku di sendok terakhir. Wajahnya sangat senang dan tenang.
“hei..... jangan melamun. Minum dulu ya biar nggak tersedak.”

Kuambil air mineral yang dia sodorkan. Aku masih tidak mengerti atas apa yang sedang terjadi. Sejak SMA dia menjagaku dengan sangat hati-hati tanpa pernah ada rasa lelah padahal aku tahu kuliahnya padat sebagai mahasiswa kedokteran dan trainer muda. Berbeda denganku yang lebih anyak waktu luang.
“makan jeruknya dik.” Aku kaget
“kamu melamun terus dik. Ada apa ?” tanyanya. Aku geleng-geleng kepala.
“besok, kita jalan-jalan ya, sepertinya kamu lagi stres.”ujarnya. “kakak tunggu disini pukul 9.00. Ok .”

Aku hanya diam. Dan aku segera bangkit saat kulihat sudah pukul 15.00 dan kak Bertha mengajakku pulang.

****

“hei, melamun.” Ujar Cici. Aku diam dan kulihat teman-teman sudah banyak yang pulang.
“pulang yuk, anak-anak yang lain sudah banyak yang pulang.” Ajak Cici. Aku menggangguk sambil segera membereskan buku dan mejaku.
“oya, Ran kamu malam minggu biasanya kemana ja?” tanya Cici tiba-tiba.
“e.. ehm.......nggak kemana-mana. Dikosan aja.” Jawabku tergagap.
“o........nggak jalan ma pacar kamu atau siapa gitu.” Tanyanya lagi.

Aku hanya terdiam, terdiam dalam heningnya tangisan dalam hati yang penuh luka yang selalu perih.

0 comments:

Post a Comment

Komentar anda