Anak
singa betina tersebut yang baru dilahirkan berusaha bangkit berdiri
setelah keluar dari rahim ibunya. Namun anak singa yang baru dilahirkan
tersebut masih rapuh dan keempat kakinya belum kuat menopang tubuhnya
sendiri, sehingga anak singa tersebut terjatuh berulang kali. Namun
demikian, anak singa tersebut tidak menyerah dan tetap berusaha berdiri
dengan keempat kakinya.
Tidak
lama berselang dari kelahiran anak singa tersebut, sekawanan kambing
hutan muncul dari balik pepohonan. Kawanan kambing tersebut tengah
mencari daerah baru untuk mereka mencari lokasi hijau, lokasi yang dapat
memenuhi kebutuhan mereka berupa rumput segar dan mata air penghilang
dahaga. Kawanan kambing tersebut menyaksikan sebuah pemandangan yang
cukup mengharukan bagi mereka. Seekor makhluk lemah yang baru dilahirkan
dengan dibaluti oleh cairan dari rahim induknya masih melekat
ditubuhnya, berusaha untuk bangkit dan menopang tubuhnya menggunakan
keempat kakinya.
Rasa
iba menyelusup masuk kedalam hati salah seekor kambing betina yang juga
baru melahirkan seekor anak kambing. Dia mendekati anak singa tersebut
untuk memberikannya air susu sehingga anak singa tersebut akan memiliki
kekuatan untuk mengangkat tubuhnya. Anak singa meminum air susu dari
kambing betina tersebut dengan lahapnya hingga dari air susu tersebut
diperolehnya kekuatan untuk berdiri menggunakan keempat kakinya dan
perlahan namun pasti, anak singa tersebut mencoba berjalan dan hingga
akhirnya dia dapat berlari.
Merasakan
kebaikan dari kambing betina tersebut, anak singa merasa bahwa dia
adalah ibunya dan semenjak saat itu, anak singa tersebut tinggal bersama
dengan kawanan kambing hutan untuk mencari lokasi terbaik untuk mereka
hidup. Anak singa tersebut turut menjalani kehidupan layaknya kambing
hutan, dia makan-makanan yang sama dengan kambing hutan lainnya, dia
bersuara seperti kambing hutan lainnya, dan dia merasa dia juga adalah
kambing bukannya singa si raja hutan.
Suatu
ketika kawanan kambing hutan ini dihadang oleh segerombolan serigala
lapar yang meneror mereka. Kawanan kambing merasa ketakutan dibuatnya,
mereka berhamburan kesana kemari untuk menyelamatkan diri mereka. Sang
kambing betina yang membesarkan si anak singa meminta anak singa untuk
menghadapi gerombolan serigala tersebut,
“Hai anak singa, hadapi gerombolan serigala tersebut, lindungi kami” kata kambing betina,
“Tidak
jangan aku,” sambil berlari kebelakang kambing betina, dan berkata “aku
bukan singa, aku kambing. Aku takut dengan mereka!”
“Apa maksudmu?” kata kambing betina, “keluarkan suaramu yang keras” perintahnya,
Si
anak singa mematuhi perintah kambing betina tersebut dan dengan
menggunakan seluruh kekuatannya untuk mengeluarkan suara yang keras
namun yang keluar bukan auman seekor singa, akan tetapi
“embeeeeek” teriak sang anak singa.
Kaget
sang kambing betina, kenapa bukan auman singa yang keluar pikirnya.
Disaat itu pula, saudara sesusuan sang anak singa diterkam oleh
serigala, dan dicabik-cabik seluruh tubuhnya. Tetap, sang anak singa
tetap tidak menolong dan malah berlari menjauh menyelamatkan dirinya.
Ketika
berlari menjauh tersebut, sejenak dilihatnya, kambing betina yang
dianggapnya sebagai ibu, menjadi target berikutnya dari gerombolan
serigala. Kambing betina tersebut berhasil ditangkap dan digigit
lehernya oleh seekor serigala hingga jatuh tersungkur.
Melihat
kejadian itu, sang anak singa muncul sedikit keberaniannya, dan berlari
menuju kambing betina tersebut untuk menolongnya. Sang kambing betina
merasa sedikit bahagia karena si anak singa datang menolongnya, namun
tak berselang lama dia kembali dikagetkan dengan tingkah laku sang anak
singa.
Anak
singa tersebut berlari kencang menuju dirinya dengan kepala si anak
singa menunduk layaknya akan menyeruduk seperti seekor kambing kenapa
dia tidak menerkam seperti layaknya seekor singa?
Anak
singa berhasil menanduk serigala yang menerkam kambing betina, dan
dengan marah sambil merasa takut, si anak singa mengeluarkan suara
dengan sangat keras. Namun suara tersebut tidak membuat sang serigala
takut, melainkan sang serigala merasa berani.
Awalnya
sang serigala merasa takut akan diterkam oleh anak singa, namun ketika
mendengar teriak si anak singa, sang serigala malah berani karena sang
singa berteriak
“embeeeeek” teriak si anak singa.
Sambil
terperangah dan hampir tidak percaya dengan pendengarannya, sang
serigala mengumpulkan keberaniannya untuk menerkam si anak singa karena
menurut sang serigala, yang dihadapinya bukanlah seekor singa akan
tetapi seekor kambing bertubuh singa atau seekor singa bermental
kambing.
Tanpa
pikir panjang, sang serigala menerkam si anak singa denga taring
dimulutnya dan kuku di keempat kakinya. Namun si anak singa hanya
menanduk sang serigala, tidak berusaha untuk menggigitnya menggunakan
taring dimulutnya atau kuku-kuku tajam dikakinya.
Pertarungan
ini tak berlangsung lama, karena sang serigala dengan mudahnya
menaklukkan singa bermental kambing ini. Ketika sang serigala akan
mengoyak tubuh si anak singa, dari arah belakang terdengar suara lantang
yang sangat keras dan memekakkan telinga yang mendengarkan dan
menyiutkan hati para penghuni hutan yang mendengarkannya.
“Auuuummmmmmm” teriak seekor singa kepada kawanan kambing dan gerombolan serigala yang berada di hadapannya.
Seluruh binatang yang ada di sana lari tunggang langgang termasuk si anak singa yang telah terluka karena terkaman serigala.
Singa
yang baru datang tersebut heran dengan tingkah anak singa tersebut yang
hanya bisa menanduk sang serigala, bukannya menerkam dan menggigitnya.
Sang singa berlari mendekatinya, namun si anak singa tersebut terus
berlari dengan tergopoh-gopoh sambil memohon untuk tidak dimakan,
“ampun......., jangan makan saya, ampun ......” teriak anak singa
“tidak, aku tidak akan memakan kamu, karena kamu seekor singa .....” teriak singa yang baru datang tadi.
Sambil
memohon ampun dan terus berlari, si anak singa terus mengembik
ketakutan. Makin heranlah si singa akan tingkah laku anak singa
tersebut. Tak berapa lama, si anak singa berhasil ditangkap,
“tenang, aku tidak akan memakanmu, aku tidak memakan sesama singa . .” jelas sang singa.
“tapi, aku kambing, aku bukan singa . . .” kata si anak singa tidak percaya.
Kesal
dengan prilaku si anak singa, sang singa mengajaknya ketepi sungai yang
jernih dan memintanya untuk melihat dirinya di air tersebut.
Si anak singa menuju ketepi sungai dan memperhatikan tubuhnya, kemudian dia melihat tubuh singa di sampingnya.
“hei, tubuh kita sama, . . . .” kata si anak singa.
“tentu
saja” kata sang singa “karena kita sama, kita seekor singa, kau seekor
singa bukan seekor kambing, kita adalah singa si raja hutan.”
Akhirnya sang singa mengajarkan kepada anak singa tersebut perilakuk seekor singa,
“Auuuuummmmm.....”
teriak si anak singa dengan lantang sehingga membuat takut seisi hutan,
termasuk kawanan kambing yang telah lama mengurusnya dan juga
gerombolan serigala yang menerkamnya.
Akhirnya si anak singa menjadi raja hutan, setelah sebelumnya potensi dirinya tertidur dan terkubur.
Umat
Islam saat ini layaknya anak singa tersebut, diasuh, dibesarkan dan
dididik menggunakan budaya kambing, yang selalu merasa takut, merasa
lemah, merasa tak berdaya dihadapan makhluk lainnya. Budaya ini
berkembang dengan pesat di dunia Islam, seperti cara pergaulan, cara
berpakaian, cara pandang yang matrialistik.
Semua
budaya yang diajarkan kepada anak-anak umat islam tersebut telah
menidurkan serta mengubur potensi yang ada dalam diri umat Islam.
Potensi singa penguasa hutan, yang tidak takut dengan siapapun, yang
berani menghadapi segala persoalan hidup yang telah tegas digariskan
menggunakan Al Quran dan Assunah.
200
juta umat Islam di Indonesia, jika semuanya bermental kambing,
berbudaya kambing, maka tidak akan ada artinya dihadapan seekor serigala
yang dengan liciknya menghadang dan menyergap serta memojok umat Islam
sehingga dengan mudahnya menjadi santapan mereka.
Namun
akan berbeda jika, 200 juta umat Islam ini sadar akan potensinya
sebagai singa raja hutan. Maka tidak akan ada yang berani macam-macam.
Umat Islam saat ini dijuluki sebagai singa yang sedang tertidur dan
sedang terbuai oleh mimpinya sendiri, mimpi yang dihembuskan oleh
musuh-musuhnya yang takut jika sang singa bangun, maka kebohongan yang
mereka sebarkan, kebohongan yang mereka tiupkan akan terungkap dan
mereka akan kehilangan kekuasaan yang kini dengan enaknya dipegang dan
dimanfaatkan oleh mereka.
Bangkit!
Lawan!
Hancurkan!
Kisah dalam “Ketika Cinta Bertasbih 2” Karya Kang Ebik dengan digubah
0 comments:
Post a Comment